Sebuah Catatan Perjalanan: Gunung Kerinci 3805 Mdpl


Catatan perjalanan ini nggak akan banyak gambar. Saya nggak sempat ambil banyak gambar karena sibuk jalan dan menikmati. Jadi, maaf kalo catatan ini kurang bisa menggambarkan nantinya. Gambar lain banyak di google. Hahaha.

Gunung Kerinci itu kan gunung tertinggi di Sumatera, bahkan gunung berapi tertinggi di Indonesia. Gunung Kerinci menjadi salah satu pilihan dari 5 pendakian dalam rangkaian ulang tahun ke-30 KMPA FISIP Unsoed. Kemudian berangkatlah tim kami yang berjumlah 5 orang menuju Gunung Kerinci di Jambi.

30 Juli 2017
Tim yang terdiri dari 5 orang, yaitu saya, Wisnu, Ajar, Lusi, dan Ade, berangkat ke Jakarta dari Purwokerto dengan menggunakan kereta. Rencananya kami akan berangkat ke Jambi dengan menggunakan pesawat dari Jakarta. Terbang pukul 16.10 dari Bandara Internasional Soekarno Hatta dan sampai di Bandara Sultan Thaha jam 17.30, kami langsung di jemput oleh travel Bang Levi dari basecamp Kerinci.

Perjalanan menuju basecamp Kerinci di Kayu Aro dari Bandara Jambi ternyata memakan waktu kurang lebih 10 jam. Saya kira nggak akan selama itu, eh ternyata jauh juga. Belum lagi jalanan yang dilewati masih banyak hutan-hutan meskipun jalanannya sudah aspal. Karena perjalanan malam, saya agak-agak ngeri juga, kan jalanan sepi, takut aja supirnya ngantuk apa gimana. Belum lagi jalannya ngebut banget dan lagunya sepanjang jalan itu lagu galau semua, mulai dari d'Masiv, Geisha, sampe lagunya Glenn Fredly. Saya jadi ikutan galau kangen gebetan :(

31 Juli 2017
Sampai di Basecamp Kerinci "Mak Jus" sekitar jam 06.30, kami langsung disambut sama Mas Sugi, pengelola basecamp yang sebelumnya sudah mau saya tanya-tanyain lewat whatsapp. Ternyata orang-orang Kerinci kebanyakan orang Jawa, tapi ngomongnya tetep pake logat Jambi. Jadi lucu aja gitu ngeliatnya. Hehe.

Niat awal kami mau langsung mendaki hari itu juga, jadi kami langsung mempersiapkan logistik, konsumsi, dan segala peralatan yang kurang. Setelah siap semua, kami menunggu mobil bak yang akan mengantar kami ke Pintu Rimba, tapi... sampai tengah hari mobilnya belum ada juga karena masih dipakai oleh yang punyanya. Ditambah langit mulai mendung dan... hujan. Akhirnya kami menunda pendakian sampai esok hari. Sisa hari itu cuma dinikmati dengan leyeh-leyeh, tidur, ngopi, dan main werewolf game sama abang-abang pendaki dari Medan.

1 Agustus 2017
The adventure will begin. Kami berangkat dari basecamp pukul 09.30 menuju Pintu Rimba. Perjalanan menuju basecamp - Pintu Rimba dengan mobil bak cukup dengan 15 menit saja, kalau mau jalan kaki bisa sih, tapi kayaknya bisa lebih dari 1 jam. Pegel duluan deh. Pendaki juga kebanyakan memang naik mobil bak, supaya energi nggak terbuang sia-sia. Hehehe.

Pintu Rimba - Pos 1: Bangku Panjang (30 menit)
Pintu Rimba ditandai dengan bangunan mirip kamar mandi yang sudah nggak terpakai, setelah sebelumnya kami melewati ladang kubis milik warga. Ya, jalan di ladang nggak terlalu menguras tenaga, nggak kayak di Argopuro yang ladangnya panjang bener. Jalan dari Pintu Rimba ke pos bangku panjang masih bisa dibilang santai dan landai. Jalanannya masih datar, tapi sudah mulai memasuki hutan yang lebat.

Sama dengan namanya, pos bangku panjang ini benar-benar memiliki bangku panjang dari batu dan terdapat shelter yang bisa untuk istirahat. Tapi mengikuti saran dari warga kalau pos 1 sampai pos 3 tidak dianjurkan untuk menjadi tempat bermalam dikarenakan masih ada harimau Sumatera yang sering berkeliaran ketika malam hari.

Pos 1: Bangku Panjang - Pos 2: Batu Lumut (30 menit)
Setelah istirahat 10 menit, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2 (Batu Lumut). Di sini, jalanan juga masih landai, belum ada tanda-tanda tanjakan yang signifikan. Jadi masih santai, sesekali mengobrol dengan jalan yang stabil. Di pos batu lumut juga ada shelter tempat buat istirahat dan penanda kalau kita ada di pos 2.

Pos 2: Batu Lumut - Pos 3: Pondok Panorama (50 menit)
Energi masih full, jadi kami melanjutkan jalan lagi menuju pos 3. Di sini, jalanan sudah mulai agak menanjak, tapi masih bisa dibilang landai karena nggak belum terlalu nanjak. Sepanjang jalanan yang lembab, diselingi lagu-lagu dari ponsel salah satu anggota tim, kami masih enjoy saja. Jalan terus, jalan lagi, jalan stabil. Sesekali saya menikmati aroma hutan yang syahdu dan sudah lama nggak saya rasakan. Di pos 3, kami beristirahat sekitar 15 menit, makan roti, dan minum. Sebab, saat berangkat kami sama sekali nggak sarapan.

Pos 3: Pondok Panorama - Shelter 1 (2 jam)
Mulai perjalanan ke shelter 1 sudah mulai masuk jalur pendakian yang sesungguhnya. Tanjakan sudah mulai banyak menghiasi perjalanan. Dua jam rasanya agak lama mengingat kami memang berniat camp di shelter 1. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12 siang ketika kami melanjutkan perjalanan. Dan memang sepertinya tidak keburu kalau langsung lanjut ke shelter 3. Kami memang menghindari berjalan di malam hari karena... penglihatan saya kurang jelas kalau malam. Pun dengan salah satu anggota tim yang lain.

Mengingat lagi perjalanan menuju shelter 2 yang merupakan jalur terberat kata orang-orang membuat kami menyudahi perjalanan hari itu di shelter 1. Membangun camp saat hari masih siang memang kurang epik sebenarnya, tapi lagi-lagi karena kami ingat kata-kata orang kalau jalur ke shelter 2 itu memang melelahkan dan menguras energi.



Shelter 1 ini sudah cukup aman kalau untuk tempat berkemah, disamping areanya yang luas (bisa menampung kurang lebih 15 tenda), ini juga tempat yang cukup aman yang tidak dilalui harimau Sumatera. Di sini juga ada sumber air, tapi hari itu sumber airnya sedang tidak ada. Jadi siap-siap membawa air yang cukup ya. Well, di shelter 1 tidak hanya kami yang berkemah, tapi ada juga rombongan turis dari Prancis yang tentunya membawa guide dan porter. Juga ada 2 tenda lainnya, termasuk abang-abang pendaki dari Medan yang main werewolf game di basecamp bersama kami.

Malam di shelter 1 cukup dingin juga, sudah di ketinggian 2000an kalau tidak salah ingat. Tidur dengan sleeping bag dan setenda berdua saja bikin nggak nyenyak tidur.

2 Agustus 2017
Shelter 1 - Shelter 2 (3,5 jam)
Ini nih, jalur yang kata orang melelahkan dan sungguh sangat menguras energi. Berangkat pukul 10 pagi, matahari sudah mulai terik. Sebelum jalan, kami selalu berdoa supaya hari cerah, sebab melewati jalur menuju shelter 2 dengan kondisi hujan pasti sangat menyulitkan. Selain tanjakannya yang mulai banyak, jalur air yang cuma bisa dilewati satu kaki juga sudah cukup membuat saya lelah. Belum lagi tanjakan yang tingginya selutut, kudu nanjak bener deh. Napas udah mulai ilang, berhenti sebentar kedinginan. Duh.

Sebelum sampai di shelter 2, kami berhenti sejenak di pos bayangan untuk mengambil air. Pos bayangan ini merupakan tanah terbuka yang sebenarnya terlihat bisa digunakan untuk berkemah, tapi kayaknya nggak ada yang berniat untuk nge-camp di sana deh. Jadilah kami hanya istirahat dan mengambil beberapa air tambahan. Sumber air di sini cukup bagus dibanding di shelter 1. Air di shelter 2 bening dan bisa diminum.

Dari pos bayangan ke shelter 2 hanya sekitar 15 menit. DI shelter 2 sendiri cuma cukup buat 2 tenda jika memang ingin berkemah. Kami beristirahat cukup lama sekaligus makan siang di sana. Kami benar-benar harus makan siang yang banyak karena ketika pagi hanya sarapan roti dan susu. Sungguh sebuah pendakian rasa piknik. Jangan ditiru ya, teman-teman. Sebelum perjalanan seharusnya ada asupan karbohidrat yang cukup.

Shelter 2 - Shelter 3 (1 jam 15 menit)
Perkiraan awal menuju shelter 3 akan sama seperti menuju shelter 2, namun ternyata lebih cepat dan lebih melelahkan. Benar lagi kata orang, jalur menuju shelter 3 ini membutuhkan keterampilan tangan, kaki, dan otak sekaligus. Tapi di jalur menuju shelter 3 ini entah kenapa saya merasa happy dengan variasi jalurnya yang naik, pegangan batang pohon, lewat pinggir-pinggir tanpa kepikiran takut jatuh.

Di jalur ini, saya harus bener-bener memperhatikan pijakan kaki dan batang pohon yang saya pegang Apakah cukup kuat menumpu tubuh atau tidak. Dan pemandangan di atas sini cukup keren, kota Jambi yang luas ditutupi sedikit awan. Persis kayak waktu mau jalan ke Pasar Bubrah di Merapi



Yap, ini merupakan tempat terakhir sebelum summit attack esok hari. Bersyukurlah karena kami tiba di shelter 3 masih sore, belum sampai malam. Kami mencari tempat kemah agak ke atas dan dekat dengan batu agar bisa menghalau angin. Well, dari sini sudah cukup kelihatan ke arah puncak, meskipun ternyata itu bukan puncak, melainkan Tugu Yudha. Puncaknya ada di baliknya.

3 Agustus 2017
Shelter 3 - Tugu Yudha (1 jam)
Tidur di shelter 3 lebih dingin ternyata, padahal kami sudah tidur setenda berempat. Iya, berempat, yang satu orang memilih di tenda satunya sendirian. Benar-benar deh, saya mah nggak kuat.

Berniat summit attack jam 4 ternyata hanya wacana, jam segitu kami masih baru melek dan masih mager di dalam tenda. Angin semalam cukup kencang, jadi tidur pun kurang nyenyak. Bangun dini hari, kami kemudian menghangatkan diri dengan minum teh dan makan roti. Perjalanan summit attack kami mulai pukul 05.30. Sungguh telat, tapi tidak apalah, daripada nggak muncak sama sekali. Kebetulan langit lagi cerah, asli bintangnya masih keliatan banget.

Jalan sampai Tugu Yudha dari mulai masih gelap sampai matahari mulai muncul ternyata bikin capek juga. Boro-boro mau foto sunrise, jalan aja nggak nyampe-nyampe. Duh, biar deh momen sunrise di Kerinci yang bagusnya bukan main itu jadi kenikmatan tersendiri buat saya. Mungkin ntar bisa kesana lagi cuma buat foto. Hahaha.

Tugu Yudha - Puncak (1 jam)
Saya udah bilang kan kalau puncak itu nggak keliatan dari shelter 3? Ya itu, soalnya puncaknya belok gitu. Jadi, setelah sudah sampai Tugu Yudha, kami masih harus naik lagi ke puncak yang sesungguhnya. Duh, perjuangan belum selesai. Sampai di puncak, saya pengen nangis karena terharu, Ini toh puncak tertinggi Sumatera? I did it!

Dirgahayu KMPA FISIP Unsoed ke-30!

Di atas nggak cuma ada tim kami, tapi ada rombongan dari Cirebon dan tentunya abang-abang dari Medan yang selalu jalan bareng kami. Kami nggak begitu lama di puncak, berfoto, makan nata de coco, kemudian turun. Soalnya takut belerang mulai naik. Btw, di puncak masih ada sinyal 4g, jadi bisa langsung live dan update media sosial, lho.

Puncak - Basecamp (5,5 jam)
Turun dari puncak, saya ditemani sama mas-mas dari Cirebon yang ternyata lebih muda dari saya. Hahaha. Nggak apa, teman tetaplah teman. Perjalanan turun saya jadi nggak membosankan karena dia banyak tanya. Ya, maklum juga, saya nggak banyak omong kalo sama orang baru. Berkali-kali dia bilang, "Jalannya santai aja mbak, ntar sampe bawah masakan udah mateng." Setelah sampai di tugu Yudha, saya akhirnya minta fotoin dan gantian juga ke dia.

Sampai ke shelter 3 juga saya baru sempet foto-foto sekaligus sama Lusi. Setelah tadi perjalanan naik nggak sempat foto. Alhamdulillah langitnya masih cerah dan nggak berkabut sama sekali. Bagus deh jadinya background fotonya.




Setelah masak, kami baru benar-benar turun ke basecamp jam 12 siang. Jujur saja, perjalanan turun ini cukup banyak drama buat saya. Akibat lutut yang terbentur batang pohon, jalan saya jadi makin lama, padahal turunan. Belum lagi kaki rasanya pegel banget sampai berkali-kali jatuh. Di jalan mendekati shelter 1 akhirnya saya hampir mau menangis. Eh, untunglah ada abang-abang dari Padang yang menawarkan bantuan, termasuk menggendong carrier saja sampai shelter 1. Posisinya saat itu saya berjalan sendirian, 2 anggota tim jalan di depan sudah duluan, yang dua lagi di belakang nggak kelihatan.

Dengan segala macam drama, termasuk Ajar dan Ade yang gantian tandem carrier saya karena saya susah jalan, saya akhirnya sampe di Pintu Rimba dengan kondisi kayak zombie nggak punya tenaga. Syukur alhamdulillah masih bisa sampe bawah dengan selamat sebelum malam datang. Dan baiknya lagi, Bang Kibo—abang-abang Medan satu ini—baik bener bawain carrier saya yang lagi dibawa Ajar.
Abang-Abang Pendaki dari Cirebon dan Padang :D

Sungguh sebuah petualangan yang menyenangkan. Terima kasih semuanya yang sudah terlibat dalam momen ini.
---

Ini saya beri rincian biayanya, ya.
1. Travel Bandara Jambi - Basecamp Kayu Aro Rp 200.000,-/orang (PP jadi 400.000).
2. Mobil Pick Up ke Pintu Rimba Rp 15.000,-/orang.
3. Kereta Purwokerto - Pasar Senen Rp 65.000 (Serayu). Pasar Senen - Purwokerto Rp 110.000 (Kutojaya Utara).
4. Logistik (lupa rinciannya, tapi sekitar Rp 400.000)
5. Pesawat Jakarta - Jambi (PP) ± Rp 900.000an (bisa lebih murah atau mahal tergantung nemu promonya).

Kayaknya cuma itu sih, sepertinya bisa lebih murah lagi kalo bisa nawar hehe.

Contact person:
Bang Levi Travel (0823-7820-1063)
Mas Sugi Basecamp (0822-8117-1838)
---

Purwokerto, belum bisa move on dari Kerinci.
13 Agustsu 2017. 23:50.

Post a Comment

0 Comments