Distance

Seberapa jauh jarak kita untuk menghapus pucuk-pucuk perasaan yang dulu tumbuh? Atau, seberapa jauh langkah kita untuk saling menebar rasa netral terhadap rasa yang pernah ada? Seberapa jauh jejak kaki kita melangkah untuk sekadar membuang rindu yang terlanjur tumbuh dalam bejana hati? Nyatanya semua itu masih ada. Entah aku atau kamu yang peduli, semua itu ada. Meski raib merengkuhnya lebih baik saat ini.

Dua tahun aku menebar jarak. Bukan tanpa alasan, melainkan ada sisi yang pergi dan tidak peduli lagi pada rinduku yang selalu butuh subjek. Saat itu, aku memutuskan pergi dari segala macam duniamu. Aku benar-benar pergi, melepas apa yang pernah kugenggam dalam hatiku. Ini seperti rangkaian perjalanan panjang yang awalnya sulit kulakukan. Ya, bicara perasaan memang tidak selalu sesederhana kelihatannya.

source by google.com

Aku pergi, tapi aku tidak pernah lupa, termasuk hari ulang tahun. Serantai kata yang kuketik dalam sebuah pesan, terlihat sederhana. Mungkin balasannya yang mengejutkan, entah lupa atau memang beralih pada yang baru, kamu memang benar-benar telah menaruhku pada tempat yang seharusnya. Ya, bukan di hatimu (lagi). Kuhela napas panjang akan hal itu. Baiklah, ini "tamparan" yang paling menyakitkan. Bukan karena api cemburu mulai berkobar, tapi aku masih menempatkanmu pada kotak bernama "teman" yang aku miliki. Jika demikian adanya, aku tidak bisa apa-apa lagi. Maka, ketika kau tanya perihal pemilik rantai kata yang kukirim, aku hanya bisa abai. Mencoba tenang dan memutuskan untuk tidak menghubungimu lagi.

Siang selalu datang tepat waktu. Hanya saja, pesan itu datang bukan pada waktunya. Membuatku tertegun dalam lingkaran gundah, kemudian nyaris mengacak-acak pikiranku. Sejenak aku abaikan. Beberapa saat kemudian, aku tidak tahan untuk mengetik beberapa kata, membalasnya. "Bukan siapa-siapa", kubilang.

Pesan itu datang lagi. Kuteguhkan hatiku. Aku yakin kamu penasaran setengah hidup. Ah, untuk apa lagi? Tapi aku ingat perkataan seseorang. "Bukankah jika kamu membiarkannya penasaran, maka kamu akan terus mengingatnya?". Baiklah, dengan segenap hati aku balas lagi pesan darimu. Dan, jawaban sederhana setelahnya mampu menenangkan hatiku. Semua selesai. Selesai, meski dengan jeda.

source by google.com

Lalu, sejauh apa jarak yang aku rangkai saat ini? Ribuan mil jika kauhitung dengan jengkal jarimu. Kupikir, ketika kita bicara jarak, bukan hanya perihal kuantitas. Yang kusebut jarak adalah kendaliku atas sikapku padamu. Seperti jeda pada helaan nafas; sejenak, tapi memberi ruang. Kini kita berdiri dalam ruang masing-masing. Bukan hanya bergumul pada lipatan-lipatan jarak yang kita buat, melainkan benar-benar menjalani apa yang kita inginkan tanpa harus mengganggu satu sama lain. Pasalnya, saat ini aku dan kamu punya lintasan sendiri-sendiri.

Purwokerto, 15 Mei 2014. 23:28.
Detik-detik mau tidur, kamar udah gelap, tinggal merem, tapi masih gundah.
Inspirasinya lagu Distance by Christina Perri feat. Jason Mraz.

Post a Comment

0 Comments