Sensasi Ngopi di Tengah Hutan ala Bale Raos


A/N. Pertama-tama aku mau minta maaf karena tulisan ini baru bisa publish di waktu yang sangat jauh dari deadlinenya. Alasannya karena aku baru sempat menulisnya sekarang. Iya, sekarang—yang sebentar lagi kalian baca. Hehe.


Mendapati diri terbangun di udara subuh yang dingin, aku menyadari bahwa aku masih ada di tempat yang sama seperti sebelum aku memejamkan mata. Bukit Tranggulasih. Tujuan kami, para blogger di acara Juguran Blogger Banyumas ini, adalah ke salah satu kedai ngopi. Sebagian dari kami memang penyuka kopi—kalau nggak bisa dibilang penggemar.

"Yuk, yuk siap-siap kita ngopi ke Bale Raos," kata Mbak Olipe memandu kami semua untuk segera turun ke parkiran dan kembali menaiki mobil pick up terbuka lagi.

Hawa sejuk masih menjadi teman perjalanan kami pagi itu. Menuju Bale Raos yang ternyata jaraknya tak sampai 30 menit dari Bukit Tranggulasih membuatku penasaran juga. Seperti apa wajah dari Bale Raos ini? Apakah seperti kafe-kafe kekinian atau ada yang unik dari Bale Raos? Jujur saja, ini kali pertama aku mendengar nama Bale Raos—yang mungkin kalau diartikan bisa jadi Balai (tempat berkumpul) yang enak (raos)? Tidak tahu juga.

Mobil pick up yang mengangkut kami berhenti pada sebuah rumah—dan juga kedai—yang letaknya masih di tengah hutan. Meski ada jalanan aspal, tapi letak rumah di desa ini memiliki jarak yang jauh antarrumah. Awalnya aku sempat heran dan takjub juga. Beberapa kali main ke Bukit Tranggulasih dan sekitarnya, aku belum pernah melihat wujud Bale Raos yang katanya tempat ngopi cukup terkenal. Hm, tapi ini sensasi baru buatku yang penasaran tentang Bale Raos.

Melihat dari luar, Bale Raos nggak berbeda sama rumah biasa. Tetapi kalau diperhatikan lebih jelas, akan ada sebuah plang yang bertuliskan Padepokan Filosofi Yusnaya Polyana Indonesia, menyatakan kalau Bale Raos ini dibangun oleh kelompok tani—petani kopi, dan menjadi sarana pembelajaran bagi masyarakat sekitar yang mau bertani ataupun berwirausaha. Keren juga, pikirku.

Memasuki ruangan pertama, kami disuguhi oleh dua meja panjang yang terpisah di tengah sebagai jalan menuju ruangan selanjutnya. Di atas meja tentu saja tidak kosong seperti kebanyakan meja cafe, tetapi ada benda unik yang aku baru lihat di sana. Alat penumbuk! Mungkin itu adalah alat penumbuk padi... atau kopi, yang umurnya sudah cukup lama. Benar-benar antik.

Memasuki ruangan kedua, ada sebuah sudut kecil dengan kursi panjang yang mengitari meja. Sebelah kanan dari pintu ruangan pertama, aku lagi-lagi disuguhi oleh pemandangan unik yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Seseorang sedang menggiling atau memasak kopi ya? Intinya ada sebuah tong besi yang diputar berisi kopi mentah dan dibawahnya dipanasi oleh api dari bara. Mungkin ini yang dinamakan memasak biji kopi. Harumnyaaaa! Betah deh lama-lama di sini.

Sumber: Grup Whatsapp Juguran Blogger

Duduk bersantai, kami pun disuguhi teh rempah serta mendoan hangat yang sungguh nikmat. Untuk teh rempahnya sendiri, aku suka! Katanya sih rempahnya juga mengambil dari perkebunan sendiri. Rasanya mirip-mirip teh biasa, cuma lebih anget aja. Kemudian kami juga disuruh mencicipi kopi yang mereka tanam sendiri. Namanya robusta peninis.

Untuk kopi robusta, aku angkat tangan. Aku bukan orang yang bisa minum kopi dengan tingkat kepahitan yang duh... lebih pahit dari hidupku. Kalau disuruh milih, aku lebih pilih minum arabika dibanding robusta. Dengan alasan itu tadi akhirnya muncul juga kopi yang aku suka, arabika (prau prau atau temanggung ya waktu itu?) Intinya aku lebih memilih arabika yang pahitnya masih bisa dikompromikan di lidahku.

Suasana yang nyaman dan sejuk memang asik sekali buat ngopi-ngopi, tetapi ada sesi yang lebih seru dari acara kunjungan ini. Apalagi kalau bukan sesi diskusi. Hehehe.

Well, menurut pengakuan dari Mas Edi Daryon, selaku pemilik kedai Bale Raos, ia ingin kalau masyarakat Baturadden memiliki nilai kreativitas yang tinggi. Bertani itu juga nggak masalah kok. Buktinya, mereka bisa menghasilkan sesuatu dari bertani.

Hebatnya lagi,di padepokan ini juga sering diadakan diskusi filsafat. Iya, diskusi fil-sa-fat. Aku belajar filsafat 2 semester aja udah pusing dan hampir menyerah, gimana suruh diskusi. Mungkin aku akan tidur. Tapi sejujurnya filsafat itu menyenangkan sih, kalau orang yang menjelaskannya bisa jelas sejelas-jelasnya. Duh, eta terangkahlah atuh nya!

Ini rempah-rempah yang bisa digabung minum teh atau kopi. Foto by mas dhimas :D

Bale Raos Coffe and Tea, begitu namanya, ternyata hanya buka sampai jam 7 malam saja. Ya, namanya juga coffeshop di tengah hutan, kasihan mungkin kalau orang yang nongkrong sampai tengah malam dan harus pulang melalui hutan belantara. Lagian kan yang punyanya juga harus istirahat. Hehehe. Tapi bolehlah jadi alternatif tempat ngopi dan berdiskusi filsafat di sini.

Jadi, mau ngopi sama aku nggak nih? :)


Alamat:
Desa Windujaya, Kedung Banteng,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah


Salam,


Tiwi
---

Tulisan lainnya:

Post a Comment

8 Comments

  1. Mau dong diajakin ngopi disitu.. Uwww

    ReplyDelete
  2. kayanya tempatnya asyik buat ngopi sambil belajar suasananya terlihat damai

    ReplyDelete
  3. jamu ada ngk yach Mbak disana ... :)

    klu kopi robusta aku jg kurang suka mbak, yach itu tadi aku ingat dengan kepahitan hidupku..... hik..hik..hik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo jamu saya kurang tau deh. Tapi mungkin ada. Soalnya minuman dari rempah gitu ada di sana. Hehe

      Duh, kepahitan hidup emang harus dibikin manis ya kak hehe

      Delete
  4. Wah tempat ngupinya asyik banget. Di tengah hutan. Tempatnya juga hommy banget ya.

    ReplyDelete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?