3 Film Pilihan yang Wajib Kamu Tonton


Menonton sebuah film adalah kegiatan paling menyenangkan buatku. Nggak cuma soal membunuh waktu, tapi juga belajar memahami makna dan simbol yang ada di dalam film. Kalau bicara soal hiburan, tentu semua film bisa menghibur, tetapi ada beberapa film yang sengaja aku tonton demi untuk mengetahui maksud di dalamnya. Aku bisa nonton film kapan saja, selagi waktu luang itu ada. Kegiatan yang satu ini memang sengaja aku lakukan untuk membuang kejenuhan, meskipun ada beberapa film yang malah membuatku semakin jenuh.

Sesungguhnya adalah sebuah kesulitan ketika aku harus memilih hanya tiga film yang membuatku punya kesan lebih. Sejauh ini, semua film yang sudah aku tonton selalu punya ciri khas masing-masing. Titik kesannya juga berbeda-beda. Jadi, aku agak bingung untuk menilai, walaupun penilaianku bersifat subjektif dan sesuai hatiku saja. Hahaha. Berikut ini akan aku jabarkan tiga film terbaik versiku sejauh ini.

1. To Kill A Mockingbird (1962)
Sumber: google.com
Ini film terapik yang pernah aku tonton di tahun kemarin. Film yang dirilis tahun 1962. ini juga masih menggunakan warna hitam putih, sehingga kesan lawas pun sangat terasa. Aslinya film ini sudah sangat lama jika melihat dari produksinya yang mengadaptasi dari dari novel dengan judul yang sama. Pun, aku menonton film ini setelah membaca bukunya terlebih dahulu. Tidak jauh berbeda dari yang dikisahkan dalam buku, film ini tampil dengan kesan mendalam yang bisa aku rasakan sendiri. Jika di dalam buku diceritakan melalui sudut pandang Scout, filmnya pun menceritakan dengan sudut pandang yang sama.

Film ini mengisahkan tentang bagaimana seorang anak dari keluarga kulit putih memandang orang-orang kulit hitam yang tinggal bertetangga dengan mereka. Scout dan Jem Finch adalah anak dari keluarga kulit putih, yang mana ayah mereka adalah seorang single parent dan berprofesi sebagai pengacara.  Uniknya, Atticus, ayah mereka, selalu berusaha menjawab pertanyaan anak-anaknya, serumit apaun itu. Ia selalu berusaha untuk tidak menutupi fakta sekecil apapun. Hal inilah yang membuat saya terkesan. Figur ayah yang bijaksana sangat ditampilkan pada karakter Atticus.

Tidak cuma soal keluarga mereka, tetapi konflik antara orang kulit putih dan orang kulit hitam pun menarik perhatianku. Bagaimana perbedaan ras begitu sangat tidak seimbang di negara Amerika, seperti yang dikisahkan di dalam film. Pun di depan hukum pengadilan sekalipun. Atticus yang berperan sebagai pengacara dari orang kulit hitam pada akhirnya menyerah karena keputusan juri melalui voting lebih mengarah untuk membela orang kulit putih.

"Dalam pengadilan kita, ketika semua kesaksian orang kulit putih dipertentangkan dengan kesaksian orang kulit hitam, orang kulit putih selalu menang. ini buruk, tetapi inilah fakta kehidupan." (p.419).

2. Before Trilogy (1995, 2004, 2013)
Sumber: google.com
Sebuah kesalahan sepertinya memasukkan film ini dalam daftar kali ini. Sebab, Before Trilogy ini memang punya tiga judul film, yaitu Before Sunrise, Before Sunset, Before Midnight, yang ketiganya sangat aku suka. Bagaimana pun ini trilogi film pertama yang aku tonton dan takjub karena sepanjang film kita hanya akan disuguhi oleh percakapan antara dua orang, Jesse dan Celine. Well, percakapan yang mereka lakukan tentu sebagai proses saling mengenal, kalau bagi penonton bisa jadi itu sebagai penggambaran deskripsi agar penonton tahu siapa itu Jesse dan Celine yang sebenarnya.

Aku menganggap film ini sebenarnya punya tema yang sama seperti FTV: jatuh cinta pada pandangan pertama. Jesse dan Celine bertemu di sebuah kereta (dalam Before Sunrise), mereka mengobrol, nyambung, dan kemudian Jesse mengajak Celine turun di Vienna. Obrolan demi obrolan mengalir begitu saja dan meninggalkan kesan yang kuat bahwa mereka sama-sama suka. Satu hal yang aku kagumi dari pertemuan mereka adalah selalu ada topik yang bisa mereka bicarakan sepanjang hari dan mereka tidak mengalami stuck content (istilah apa ini?) atau sebut saja kebuntuan dalam mengobrol. Keterikatan emosi dengan penonton juga bisa aku tangkap ketika Celine dengan menggebu-gebu menceritakan suatu hal dan Jesse menanggapinya dengan santai. Pokoknya lucu.

Di film Before Sunset, alur filmnya masih sama seperti film sebelumnya. Percakapan sepanjang waktu. Obrolan mereka makin panjang karena jeda dari pertemuan sebelumnya. Namun, baru di film Before Midnight mulai ada alur seperti film-film kebanyakan, meskipun tetap masih ada bagian percakapan panjang yang dipertahankan. Well, sejauh ini Before Trilogy masih jadi favoritku untuk film romantis yang nggak lebay. Hahaha.

3. Crazy Little Thing Called Love (2010)
Sumber: google.com
Duh, siapa sih yang nggak tahu film Thailand yang satu ini? Please, deh, nonton dulu sana. Ini sebenernya film booming banget waktu aku masih SMA. Cewek-cewek seantero SMA dibikin baper sama film ini dan semuanya pengen punya gebetan atau pacar macem si Mario Maurer. Jatuh cinta untuk kesekian kalinya sama film ini. Gampang banget bikin mewek. Hahaha. Film sederhana yang menggambarkan bagaimana perjuangan seorang cewek SMP yang naksir sama kakak kelasnya. Dia berusaha mati-matian buat berubah, mulai dari penampilan sampai belajar keras biar bisa dapet beasiswa.

Di satu sisi, si cewek yang diam-diam naksir si kakak kelasnya ini nggak tahu kalau kakak kelasnya ternyata naksir dia juga. Kan, greget, kan. Belum lagi konflik pertemanan yang diangkat juga khas remaja banget. Ya, bisa sekalian dibayangin kalau ternyata hal itu terjadi di kehidupan kita sekarang karena memang banyak orang yang memilih persahabatan dibanding percintaannya. Film ini punya kesan mendalam buatku soalnya jelas aja nontonnya pas SMA, pas masih cinta-cintanya sama si dia. Makan tuh cinta sekarang! Hahaha. Masih recommended kok buat remaja yang mau baper dan galau-galauan. :)

Nah, sekiranya itu tiga film yang berkesan buatku. Semoga berkesan juga buat kalian yaaa :)

Kamar Kos, sudah deadline.
22 Januari 2017.

Post a Comment

0 Comments