Serba-Serbi Transportasi Online di Purwokerto


Di zaman yang serba digital ini, sepertinya semua hal menjadi sangat mudah dilakukan, termasuk dalam hal mengakses pemesanan jasa transportasi. Kalau dulu setiap pulang sekolah saya harus menyetop angkutan umum di pinggir jalan, sekarang tinggal pesan lewat aplikasi, kita bisa langsung dijemput dengan nyaman. Dunia sudah berubah.

Jasa transportasi kini sudah lebih modern, dibandingkan dahulu yang harus berebutan untuk menaiki satu mobil angkutan, kini kita sudah bisa duduk manis tanpa harus repot-repot berebut dengan penumpang lain. Baiklah, lagi-lagi dunia sudah berubah.

Pertama kali mendengar soal transportasi online, saya cuma bisa bertanya-tanya dalam hati. Sebab, ketika transportasi online mulai marak di ibu kota, di Purwokerto belum ada. Makanya saya cuma bisa nanya dengan bodohnya, "Memang bedanya apa Go-jek sama ojek?" Pada saat itu saya pikir sama saja karena sama-sama ojek. Ternyata, beda! Itu transportasi online yang lagi booming banget waktu itu.

Meskipun saat ini transportasi online sudah sangat banyak digunakan masyarakat, saya sendiri belum pernah menggunakan transportasi online secara pribadi. Maksudnya, saya nggak pernah memesan ojek online melalui ponsel saya sendiri. Entah, mungkin karena saya memang jarang bepergian. Ketika pulang ke Bogor pun saya memilih menggunakan bus dibanding memesan ojek online. Bahkan ketika sampai di Bandara Adi Sucipto tahun lalu pun saya memilih menggunakan ojek konvensional. Tidak tahu kenapa.

Tapi, meskipun tidak pernah memesannya sendiri, saya pernah menggunakan transportasi sejenis itu. Iya, teman saya yang pesan, terus saya nebeng. Hehehe. Makanya kalau ditanya caranya pesan transportasi online, saya selalu jawab 'nggak tahu', ya karena memang saya nggak tahu. Wong naik commuter line aja seumur-umur baru sekali, Sedih, kan, ya? :(

Hidup di Purwokerto 4 tahun itu sudah cukup bagi saya melihat banyak perubahan di kota ini. Dua tahun lebih saya tinggal di sini bermodalkan nebeng dan kalau mau pergi agak jauh ya minimal pake angkutan umum. Tarifnya jauh dekat Rp 4000,- saja sesuai trayeknya dong. Ojek konvensional memang saya pikir agak mahal. Jarak stasiun ke kosan saya bisa sampai Rp 20.000,-. Itu sebabnya saya pernah rela nunggu di stasiun sampai jam 6 pagi demi bisa naik angkot yang tarifnya lebih murah.

Transportasi online yang saya tahu di Indonesia sudah sangat banyak, mulai dari Go-Jek, Grab, Uber, dan lainnya. Rata-rata pelayanannya sama, menyewakan jasa transportasi berupa ojek motor, ojek mobil, ojek sepeda, hingga layanan antar-mengantar makanan, paket, dan lainnya.
---

GO-JEK UDAH ADA DI PURWOKERTO

Iya, kalian nggak salah baca. Transportasi online yang satu ini sudah mulai masuk ke Purwokerto, meskipun keberadaannya menimbulkan pro-kontra dari pengemudi ojek pangkalan dan DinHub Kabupaten Banyumas. Ya, gimana, ya, adanya transportasi online ini memang pro-kontra juga di mata saya.

Pertama, dari tarif ojek pangkalan yang harganya lebih sering diluar kantong mahasiswa, tentunya kita akan lebih memilih ojek online yang lebih ramah kantong dong. Bayangin aja, tarif ojek pangkalan itu dari kampus ke stasiun bisa Rp 20.000,-, sedangkan pake ojek online kita cuma harus mengeluarkan uang kurnag dari setengahnya alias cuma 8000 rupiah. Kan lumayan selisihnya bisa buat jajan bakso. Hmm...

Kedua, sekarang jaman digital, jaman online. Manusia sukanya yang serba mudah. Kalau mesti ke pinggir jalan buat nyetop angkot itu butuh tenaga, ya kalau rumahnya dekat dari jalan, kalau pelosok? Capek, kan? Nah, inilah kenapa ada ojek online yang bikin kita cuma klik-klik, pesan, nunggu deh. Dijemput sampai ke rumah.

Kalo ditanya Purwokerto sudah perlu transportasi online apa belum, saya sendiri belum bisa menjawabnya. Sampai hari ini pun pihak DinHub Kabupaten Banyumas masih belum memberikan izin ojek online untuk beroperasi, namun sudah ada beberapa armada yang aktif dan bisa dipesan melalui aplikasi. Alasan DinHub belum memberikan izin ini ada kaitannya dengan kesejahteraan para pengemudi angkutan berbasis non-online.

Ya, memang sih, kalau dilihat sekarang kan Purwokerto isinya banyak anak rantau dan juga banyak bawa kendaraan sendiri. Tentu saja ini membuat ojek pangkalan dan angkutan umum berkurang penumpangnya. Bagaimana kalau ditambah ojek online? Makin nggak ada penumpang kayaknya. Kasian juga sebenarnya. Mungkin begitu maksud pemerintah.

Tapi ada yang bilang begini, "Kota mau maju kok dilarang?" atau "Ojek online kan membuka lapangan pekerjaan baru" atau "Ojek online kan inovasi baru karya anak bangsa".

Mungkin saya nggak mengerti dengan sistem ojek online yang beredar saat ini, bahkan saya nggak begitu paham dampak apa yang muncul kalau ojek online berdampingan dengan ojek konvensional. Well, bukankah para pengemudi transportasi konvensional ini bisa bergabung dengan transportasi online? Ya, entahlah.

Jadi, kesimpulan saya malam ini, keberadaan transportasi online sejatinya untuk memudahkan kita semua. Perlu atau tidaknya juga tergantung kondisi masing-masing orang, tidak bisa disamaratakan. Ada orang yang nyaman dengan menggunakan jasa transportasi konvensional, ada juga yang suka dengan transportasi online. Sekali lagi, hal itu nggak bisa dipaksakan. Kalau saya sendiri sih nggak butuh-butuh banget karena sampai hari ini saya masih ada kendaraan pribadi. Nggak tau kalau nanti, entah di kota mana.


Purwokerto, menjelang tidur.
17 Juli 2017. 23:12.
Tanggal cantik nih~

Post a Comment

0 Comments