Aku Tak Marah by Djokolelono



Judul: Aku Tak Marah | Pengarang: Djokolelono | Penerbit: Moka Media | Tahun Terbit: Juli 2014 | Jumlah Halaman: 152 hlm. | ISBN: 9789797958 | Harga: Rp 38.500,- 


BLURB

Aku Tak Marah bercerita tentang dunia yang dekat sekaligus asing bagi pembaca umum Indonesia: kehidupan warga miskin kota besar dan pinggiran kota besar. Ia, dengan bahasa yang terang dan akurat, menyajikan peristiwa-peristiwa yang terjadi setiap hari--namun kerap luput dari pengamatan kita--sebagai karya fiksi yang jenaka dan mudah dipahami. Dan yang terpenting, sebagaimana halnya novel-novel realis yang baik, Aku Tak Marah tidak menggambarkan tokoh-tokohnya secara hitam-putih.

---

Aku Tak Marah adalah buku Djoko Lelono pertama yang saya baca. Bagusnya, menemukan buku ini dengan harga sangat murah bikin saya ingin membaca. Ekspektasi saya jelas ada pada penulis dan penerbitnya. Meskipun saya belum pernah membaca satupun buku karya Djoko Lelono maupun terbitan Moka Media. Ya, anggap saja saya bagai membeli kucing dalam karung. Sebab, saya mudah tergoda dengan buku murah.

Aku Tak Marah sepertinya buku yang bisa dihabiskan dalam waktu beberapa jam. Selain ceritanya mudah dipahami, buku ini juga punya font yang cukup besar dengan spasi yang tidak membuat mata lelah, ditambah ukuran buku yang kecil. Rasanya 152 halaman tidak berasa apa-apa. Mungkin kalau dibaca sambil ngopi, buku ini akan habis duluan dibanding kopi kita.

Ada yang saya suka dari buku ini. Pertama, nama tokoh utamanya: Agit. Pertama kali membaca namanya saya merasa nama Agit ini unik. Entah di bagian mana. Pokoknya saya suka.

Kedua, alur ceritanya yang ringan bikin saya rileks membacanya. Meskipun di awal buku ini kita sudah disuguhkan konflik tentang Agit yang diusir oleh kekasihnya, Vici. Kemudian ia malah menyanyikan sebuah lagu berjudul "Aku Tak Marah".

Ketiga, novel ini menceritakan tokoh yang berbeda-beda di setiap babnya, tetapi masih saling terkait. Sehingga, setiap membaca bab baru kita akan diperkenalkan tokoh lain yang masih punya hubungan dengan tokoh lainnya.

Buku setipis ini mungkin memang kelihatan sangat ringan untuk dibaca, ditambah cerita didalamnya juga lekat sama kehidupan sehari-hari. Ya, saya nggak bisa komentar banyak sih. Soalnya saya menikmati ketika membaca buku ini. Semacam pelipur lara ketika penat membara.

Kalo saya boleh spoiler, ini happy ending kok.

RATE: 3/5


Purwokerto, lapar ih.
15 Juli 2017. 21:01

Post a Comment

4 Comments

  1. Aku juga tak marah setelah baca ripunyak mbak kece ini😂

    ReplyDelete
  2. Kadang suka ragu kalau baca buku yang penulisnya nggak gue tahu. Tapi buku ini lumayanlah dinikmati. Meskipun terlalu cepat habis, ada pesan yang bisa diambil ehehe. Gue ngasih 2.5 ajalah buat bintang haha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Emang lu nggak tau djokolelono, Yog? Wkwk.
      Iya, lumayanlah yaaa :D

      Delete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?