The 3rd of April



 Proses "Berdamai"

Menurut saya, proses “berdamai” tidak sama dengan “Move On”. Kenapa? Karena dilihat dari definisi dari sudut pandang saya memang tidak sama. Move On daalah suatu cara untuk berpindah ke “tempat” atau suasana lain dari yang pernah kita lalui. Sebagia contoh, istilah move on sering digunakan oleh para remaja saat ini ketika mengalami kejenuhan dalam suatu suasana. Atau setelah pasca pemutusan hubungan “pacaran” yang dijalaninya agar tidak terus-menerus larut dalam kesedihan. Kadang, peristiwa move on ditandai dengan adanya seseorang baru yang menjadi pengganti sang mantan.

Sedangkan, proses “berdamai” lebih ke arah mengikhlaskan perasaan, meskipun masih ada keinginan untuk ada di posisi itu. Atau bisa diibaratkan dalam sebuah perang, kita bisa membuat perjanjian perdamaian sampai batas waktu yang telah ditentukan. Proses “berdamai” adalah bagian dari yang paling sulit menurut saya. Karena harus benar-benar mengikhlaskan diri untuk kebahagiaan seseorang itu dan… kita sendiri. Meskipun pada kenyataannya tidak demikian.


 

Saya akan bagikan kisah saya yang sudah menjadi rahasia umum ini pada kalian yang belum tahu. Sejujurnya, move on dan proses “berdamai” adalah dua hal yang serupa. Tapi dalam konteks ini akan saya bedakan agar kita benar-benar bisa mengetahui mana yang dengan hati, mana yang hanya dianggap angin lalu. Bukan berarti saya men-cap orang-orang yang gampang move on dengan stempel “Angin Lalu”. Saya sendiri juga tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikiran dan perasaan orang-orang itu, kan? Bahkan saya bukan orang yang bisa membaca pikiran.

Saya termasuk orang yang mudah menyukai orang lain. Dengan beberapa kali bertemu, saya bisa langsung jatuh hati pada orang itu. Tentu dengan keadaan dan suasana tertentu. Kejadian ini membuat teman-teman saya heran. “Kok lu bisa suka sama banyak orang? Yang Pangeran Matahari, Pangeran Embun, Pangeran-pangeran lainnya deh.”


Akan saya jelaskan. Ketika saya memutuskan untuk menetapkan hati saya, saya pernah bilang bahwa saya akan bersamanya sampai waktu yang ditentukan untuk saya berhenti. Dalam perjalanan saya menuju tiga tahun ini, saya tidak luput dari banyak perasaan-perasaan yang tumbuh pada orang lain selain dia. Tapi, saya katakan kembali, saya menyukai orang lain bukan karena saya telah berhasil move on, malah sebaliknya.

Kenapa bisa begitu? Karena setiap orang yang saya sukai ibarat cahaya yang dibiaskan darinya. Jadi, apapun yang terjadi, sesuka apapun saya pada orang itu, prioritas saya tetap pada dia. Ini sedikit latar belakangnya.

Tentang proses “berdamai” yang sesungguhnya, saya sendiri belum berhasil melakukannya. Karena sangat sulit melakukan ini. Saya menyukainya lebih dari semua kata-kata yang pernah saya tuliskan. Dan, ketika dia memiliki seorang kekasih di awal tahun pelajaran kami di SMA, saya memulai proses “berdamai” itu dengan hati yang tidak benar-benar berdamai. Tapi, lagi-lagi saya terjebak pada janji saya sendiri. Yang mungkin samapi sekarang masih saya rasakan dampaknya.

Banyak hal yang mampu membuat saya belajar memahami bagaimana proses “berdamai” sebenarnya. Saya menyadari, dari sekian banyak janji saya untuk move on, semuanya saya langgar. Karena saya tidak benar-benar bisa dan berniat untuk melakukannya. Alhasil hingga saat ini saya masih di posisi yang sama, walaupun saya sedikit demi sedikit mengikhlaskan dia demi kebahagiaannya.

Cerita move on, itu lain lagi. Move on identik dengan “punya pacar baru” atau “punya gebetan baru”, bahkan “sudah lupa sama yang lama”. Tapi ini berbeda. Move on bukan sekedar itu saja. Menurut saya (lagi), move on itu berusaha melupakan segala sesuatu tentang si dia. Membabat habis semua yang berhubungan dengan dia tanpa terkecuali. Saya pikir hal ini tidak semudah kelihatannya. Karena semakin kita memaksa untuk melupakan, maka semakin kuat ingatan itu di pikiran kita. Saya pernah mencobanya dan hasilnya… GAGAL TOTAL.

Pada intinya, proses “berdamai” jauh lebih baik ketimbang move on yang jika sudah lama akan dicari-cari lagi. (opini saya).



“Dan tunas-tunas perasaanmu tak bisa kaupangkas lagi. Semakin kautikam, di tumbuh dua kali lipatnya. Semakin kauinjak, helai daun barunya semakin banyak.” (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin – Tere Liye).

Cileungsi, 3 April 2013

Post a Comment

0 Comments