[Book Review] Membunuh Cupid by Desi Puspitasari

Judul: Membunuh Cupid | Pengarang: Desi Puspitasari | Penerbit: Falcon Publishing | Tebal Buku: 248 hlm. | Tahun Terbit: Cetakan pertama, Februari 2017 | ISBN: 978-602-60514-4-8

Hidup bahagia bersama pasangan sejati mungkin menjadi impian banyak orang, tapi tidak untuk Agno. Gadis itu memilih untuk menghindar dari drama romansa di hidupnya. Bahkan ia tidak akan percaya bahwa Cupid--katanya bisa membuat dua orang saling jatuh cinta--itu benar-benar ada di dunia nyata. Ia bahkan mengutuk bahwa pekerjaan seorang Cupid sang malaikat cinta hanyalah pekerjaan sia-sia. Agno merasa bahwa cinta hanya membuat semua orang repot.

Bagi Agno, yang pernah patah hati sebelumnya, cinta hanyalah perasaan yang lama kelamaan akan membuat manusia saling menyakiti. Betapa tidak, ada banyak korban kekerasan yang terjadi saat seseorang mulai mencintai orang lain. Bahkan orang yang terikat dalam pernikahan pun tak terhindar dari kekerasan dan saling menghakimi. Salah satunya tentu orangtuanya sendiri. Ia hidup dibayang-bayangi kebencian akan sosok ayah yang dulunya menyakiti ibunya. Oleh karena itu, sampai saat ini Agno memilih sendiri dan menghindari segala jenis ikatan percintaan yang dipikirnya bisa membuat dirinya jatuh ke lubang yang sama seperti ibunya.

Agno yang bekerja sebagai seorang florist di hotel ternama tentu menjadikan ia harus terus menemui berbagai macam calon pengantin yang meminta request karangan bunga di pesta pernikahan. Tak jarang, ia berpura-pura senang di depan klien-kliennya, padahal ia sangat membenci momen seperti itu.

"Aku lebih memilih menjadi single flower. Menjadi bunga yang mekar sendiri itu jauh lebih cantik ketimbang menjadi bunga yang bergerombol. Single flower punya kesan mahal dan elegan ketimbang saat digabung dengan bunga dalam rangkaian bouquet." - hlm 54.

Saat sedang menikmati hidupnya, Agno dipertemukan dengan Cupid sang malaikat cinta. Ia yang tidak percaya cinta tentu tidak percaya juga pada kehadiran Cupid. Namun, hari-harinya kini diikuti oleh Cupid yang akan membuatnya jatuh cinta kemudian menikah dengan seorang laki-laki. Itu sebuah mimpi buruk bagi Agno dan ia bertekad untuk membunuh Cupid agar hidupnya kembali damai tanpa perlu embel-embel cinta.

"Cinta tumbuh karena alasan rasional. Kesepakatan dan komitmen. Bila ke depannya ada masalah, yang tidak beres adalah manusianya, bukan perihal cintanya." - hlm. 86.

---

Well, baca buku Membunuh Cupid ini bener-bener refreshing. Pergulatan hati Agno yang nggak percaya Cupid sama perasaan dia yang sebenarnya ingin dicintai jadi konflik yang seru untuk diikuti. Rasanya, nggak semua orang mau menghabiskan hidup sendiri, apalagi tanpa cinta. Kalau merasa diri bisa melakukan apapun sendiri, di sisi lain pasti ada rasa kesepian yang menyentuh relung hati. Entah karena ketiadaan keluarga atau pasangan.

Sosok Cupid di dalam buku ini digambarkan secara rupawan. Yap, dia laki-laki. Seperti yang kita tahu, Cupid biasanya berwujud anak-anak agak gemuk dan chubby. Tapi khusus di buku ini, wajahnya tampan dan atletis. Jadi, mungkin semacam malaikat modern. Jujur, saya nggak bisa bayangin karena Cupid juga punya sayap yang super besar. Saya kepikiran kayak malaikat yang ada di iklan Axe, tapi versi laki-laki.

Cara membunuh Cupid di dalam buku pun bukan dengan adegan berdarah, namun cukup diluar nalar. Ya, mengingat ini cerita tentang orang yang nggak percaya cinta dan malaikat cinta, jadi saya fine-fine aja dengan hal itu. Endingnya juga cukup menggelikan dan agak kurang greget, tapi cukup bisa dipahami dengan background tontonan saya yang kadang roman picisan kayak FTV. 

So, buku ini bisa jadi bacaan ringan tanpa harapan yang muluk-muluk. Hehehe.

Btw, saya baru mulai nulis ulasan lagi setelah terakhir kali nulis di Januari. Rasanya kayak kagok gitu. Makanya ini berusaha baca dan coba untuk nulis ulasan walaupun nggak bisa dibilang bagus apalagi merangkum semuanya. Mohon maaf, yaa!

Happy reading!

Post a Comment

0 Comments