Pada Sebuah Percepatan Waktu

Hai.

Tunggu, aku merasa asing dengan menulis lagi di sini. Apakah orang lain juga merasakan hal yang sama? Ketika lama tak bertemu, kemudian saat bertemu lagi, yang ada hanya canggung dan tak tahu harus bicara apa untuk pertama kali setelah kata, "Hai!"

Suatu hari di pelataran rumah yang sama, aku masih tetap pulang ke tempat yang sama. Bukan ke rumahmu, bukan juga ke rumah kita yang baru. Masih belum. Tetapi, hari-hari yang demikian runyam di kepalaku menjadi semakin rumit ketika satu hal buruk menyambangi rumahmu. Aku tidak merasa terlalu khawatir, tetapi rasanya sangat menyakitkan mengetahui hal itu terjadi padamu.

Hari-hari di September yang penuh ketakutan akhirnya terlewat. Aku sempat berpikir, bagaimana kiranya jika hubungan ini berakhir di September seperti yang pernah kualami dua tahun lalu? Apakah aku akan menangis dan berlarut-larut atau malah biasa saja sebab sejak pertama kali aku memberanikan diri masuk ke kehidupanmu, aku sudah bersiap untuk yang terburuk tanpa kecuali.

Lambat laun, ketakutanku justru tumbuh perlahan. Takut kehilangan, takut akan kenyataan yang kita tidak pernah tahu akan ada apa di depan sana. Satu-satunya hal yang bisa kupercaya adalah diriku sendiri, meski kau juga bilang, "Aku juga takut kehilanganmu." Dan sejenak aku berpikir, apakah rasa saling ketakutan ini akan membuat kita bisa saling menjaga dan bersiap untuk satu sama lain?


Hilang, Tapi Bukan Tak Berkabar

Tidak seperti hubunganku sebelumnya yang menuntutku harus mengabari setiap hari bahkan setiap detik yang justru membuatku jadi tertekan dan bersalah jika tak mengabari, kali ini lain. Kita terbiasa mengabari, namun tak ada kabar pun tidak apa-apa. Kita menghilang pada kehidupan kita masing-masing, tetapi tidak beranjak pergi dari hubungan ini. Kita menaruh percaya dan saling terikat pada batasan yang bisa kita jaga sendiri.

Bukan tanpa alasan. Aku tahu rindu perlu jeda untuk menjadi rindu. Hadir yang rutin justru akan membuat jenuh dan kehilangan gairah untuk bicara. Mungkin sekarang memang fase yang demikian dan aku menikmati pola ini sebagaimana adanya keberadaanmu yang sekarang. Ada, tapi tak mengapa jika menghilang sesekali untuk hidupmu sendiri. Toh, kita masih masing-masing walau punya rencana untuk bersama.

Setidaknya setiap kali aku mencarimu, kau ada. Begitupun sebaliknya.


Momen-Momen Tak Terekam

Ada suatu hari di mana aku selalu lupa apa makanan kesukaanmu. Lupa pada hal-hal kecil yang pernah kita lalui di awal-awal pertemuan. Dan kau mengingat itu dengan baik. Kadang lucu, betapa aku terlalu berani mengajakmu makan sate ayam di depan kantor dan berakhir makan sate kambing setelah kita menyusuri jalanan Palmerah sepulang kerja. Bukankah hidup itu aneh?

Waktu pertama kali melihatmu, bahkan aku tidak tahu seperti apa rupamu. Yang kuingat cuma ransel deuter dan celana chino berwarna krem yang kulihat dari belakang punggungmu. Kuyakin kau tidak sadar ada aku di belakangmu waktu itu. Betapa otakku terlalu visioner untuk hal-hal tak pasti semacam itu.

Pesan pertama yang kukirim ke WhatsApp-mu adalah, "Mas, kopinya di ruangan ya," yang sengaja kukirim via japri bukan via grup agar ada perbincangan lanjutan. Kadang, setelah itu, aku merasa terlalu berani untuk masuk ke kehidupan seseorang yang bahkan aku tidak tahu siapa.

Ya, aku tidak tahu siapa kau sampai makan sore kita yang pertama.


Oktober dan Hal-Hal yang Menyebabkan Kita Bersama

Kita berdua selalu menyombongkan diri tentang siapa yang lebih bersyukur telah menemukan satu sama lain. Kita berdua selalu bertingkah jumawa tentang siapa yang lebih baik dalam hal-hal yang kita kuasai. Di waktu-waktu tertentu, dalam obrolan serius pada sebuah telepon panjang di hari-hari penghujung lelah, kita menyadari bahwa kita sama-sama bersyukur telah menemukan satu sama lain, bersyukur karena telah saling mencoba melengkapi, bersyukur karena memiliki pola pikir yang mirip. Kita sama-sama takut kehilangan dan untuk itulah kita mengusahakan banyak hal untuk tetap sejalan.

Aku menyenangi banyak hal, juga mengharapkan punya pasangan yang setidaknya setipe denganku. Sebab, aku akan mengajaknya melakukan hal-hal gila yang pernah ada di kepalaku.

Dan aku menemukanmu.

Orang yang dengan sabar menghadapiku yang suka ngambek nggak jelas.

Orang yang paham agama tapi tidak menjustifikasi orang lain, sebab kutahu agama itu urusan masing-masing.

Orang yang akan dengan mudah kuajak membahas finansial dan berbagi pekerjaan rumah bersama.

Orang yang akan kuajak naik gunung bersama, kemping bersama, dan melakukan wisata alam bersama.

Orang yang akan kuajak travelling kemana pun itu.

Orang yang akan membangun rak buku di rumah kita nanti sesuai keinginanku.

Orang yang akan memperbaiki genteng bocor, listrik rusak, mesin cuci rusak, dan hal-hal kecil yang sekiranya bisa dilakukan tanpa harus memanggil tukang.

Orang yang akan menjadi tandem untuk bikin konten.

Orang yang akan mengupayakan apapun untuk kebahagiaan bersama.


Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi aku dan kau bukan orang yang akan marah tanpa sebab. Prinsip untuk saling bicara sebelum terjadi masalah semoga bisa kita terapkan sampai kapanpun. Aku tahu ini masih awal untuk bilang bahwa cara komunikasi kita sudah cukup baik, tapi setidaknya, dengan tidak ada pertengkaran atau salah paham sejauh ini saja sudah cukup baik sebagai permulaan.

Lantas, tak luput kubilang lagi bahwa keberadaanmu saat ini seperti jawaban dari doa-doa ibuku yang demikian rutin bahkan ketika aku sedang tidak ingin memikirkan pernikahan beberapa waktu lalu. Hari ini mungkin adalah permulaan untuk aku yang seringkali ketakutan membina hubungan dan pernah bertemu orang yang salah agar bisa lebih mencintai diri sendiri sebelum pada akhirnya mencintai orang lain. Tetapi denganmu, semoga segalanya bisa berjalan beriringan tanpa terjatuh di salah satunya saja.


Terima kasih sudah ada dan begitu sabar. Terima kasih sudah selalu berusaha. Semoga segala rencana dipermudah dan rezeki semakin mengalir lancar. Tenang, aku akan rajin ngonten demi cuan untuk modal hidup kita nantinya.

Temani aku menceklis semua mimpi yang belum tercapai, ya!


Love you,

Tiwi.

Post a Comment

4 Comments

  1. Si dia kalo membaca ini, pasti bahagia 😊. Semoga hubungan kalian dilancarkan, juga rezeki dimudahkan.

    Membaca segala kebaikan2 di atas dan gimana kalian sepertinya bener2 pas sebagai pasangan, jadi ikutan seneng :).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dia sudah baca dan terkesima katanya hahaha

      Aamiin aamiin, terima kasih banyak. Doa baiknya semoga terkabul buat kamu juga ya kak :)

      Delete
  2. Sweet 😍

    Semoga mba Afrianti langgeng sama pasangan, bisa develop hubungan yang solid, selalu kompak dan jadi partner terbaik untuk each other yaaaah 🥳🎉

    ReplyDelete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?