The Things You Wish You Knew Before You Got Married


Kemarin malam saya nonton Real Talk Live di Instagramnya influencer kesukaan saya. Iya, Catwomanizer (Andrea Gunawan), yang ngasih saya voucher makan di Cutt and Grill waktu itu. Hahaha. Yeah, saya selalu suka dengan konten apapun yang dia bicarakan termasuk soal konten edukasi seks. Secara bertahap pengetahuan saya seputar seks jadi bertambah melalui informasi yang Ci Dea bagikan di media sosialnya.

Obrolan kali itu akan membahas soal fetish dan non-monogamous (ini nyebutnya apa ya? people?). Pokoknya seperti yang kita tahu kalau ternyata hal-hal semacam itu sangat sangat banyak jenisnya dan sudah pasti—biasanya—tabu buat dibicarakan di khalayak umum. Tapi saya sendiri kadung penasaran sampai akhirnya mengajak salah seorang teman laki-laki untuk turut menonton Real Talk Live untuk kemudian kami bahas.

Sedikit rangkuman dari obrolan Ci Dea dan Mbak Tika, selaku narasumbernya malam itu, ternyata ada banyak fetish di dunia ini.

Fetish is sexual desire in which gratification is linked to an abnormal degree to a particular object, item of clothing, part of the body, etc.

Dari definisinya bisa diketahui bahwa fetish semacam kecenderungan seseorang dalam meningkatkan hasrat dalam hal seksualitas, berkaitan dengan hal-hal yang tidak lazim pada orang-orang kebanyakan. Fetish pada setiap orang tentu berbeda, tidak tahu asalnya darimana. Mungkin saya mau bahas ini lain kali kalo berminat dan sudah baca referensinya.

Selain itu, saya baru menyadari bahwa ada banyak pula preferensi seks manusia. Bukan cuma monogami (memiliki hanya satu pasangan), tetapi ada juga non-monogamous dan polyamorous. Saya nggak akan membahas ini panjang lebar tapi akan membagikan definisinya saja.

A polyamorous relationship is often characterised by a primary couple that openly (and with mutual consent) engage with other romantic partners. These sexual liaisons may be enacted as a couple, or independently. (Susan Winter(

Non-monogamous is sexual relationship that doesn't disallow sexual expression or affection with other partners. 

Sejujurnya saya masih sangat penasaran dengan hal-hal semacam ini, tapi kali ini saya mau bahas sesuatu yang sempat disinggung Ci Dea mengenai 5 hal yang perlu diketahui sebelum memutuskan untuk menikah.

Untuk menuju sebuah pernikahan tentu nggak bisa ujug-ujug. Kita harus kenal sama pasangan kita, seperti apa tabiatnya, bagaimana cara dia menghadapi masalah, sampai dengan hal-hal krusial yang bisa membuat hubungan jadi langgeng atau malah berantakan. Karena ketika memutuskan untuk menikah, nggak memungkiri kalau kita mau untuk menghabiskan hidup dengan pasangan sampai mati. Nggak ada yang ingin bertujuan untuk bercerai, tapi kemungkinan itu juga nggak bisa dihindari. Nah, menurut saya 5 hal ini termasuk penting dan bikin pening kalau dipikirin.

1. Uang
Data dari Lokadata.id tahun 2019 mengatakan kalau 28,2% perceraian di Indonesia disebabkan oleh ekonomi keluarga. Bukan cuma soal nafkah, tapi soal penghasilan kedua pihak, baik istri maupun suami, yang tidak transparan bisa menjadi pemicu utama dalam perceraian. Itu sebabnya, sebelum menikah pasangan seharusnya terbuka dengan segala jenis penghasilan, aset, dan harta benda yang dimiliki agar sama-sama tahu apa yang akan dibawa ke dalan rumah tangganya.

Saya menyadari, keterbukaan dalam keuangan memang dirasa sulit karena ada hal-hal di dalamnya yang nggak bisa diotak-atik. Semisal, harus membiayai orang tua atau kerabat yang memang sebelum menikah sudah menjadi tanggung jawabnya. Tapi bukan berarti hal ini nggak bisa diobrolin, semua butuh kesepakatan dan kuncinya tetap pada komunikasi.

2. Agama
Ini hal penting kedua yang harus kita semua pastikan sebelum menikah. Agama erat kaitannya sama pedoman hidup. Ada 6 agama yang diakui di Indonesia, tetapi ada juga yang memilih untuk tidak beragama (agnostik) dan tidak percaya Tuhan (ateis). Ketika sudah memiliki pasangan, ada baiknya hal ini dibahas di awal sebelum menikah. Sebagai pondasi untuk membangun hidup ke depannya.

Kalau memang nyari yang seiman, maka set your boundaries hanya untuk orang-orang yang seiman. Jangan asal menerima orang yang tidak seiman lalu berharap untuk mereka atau kamu berpindah haluan. Karena berubah nggak semudah itu, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk itu juga.

Ada banyak permasalahan yang timbul karena agama seseorang. Misalnya seperti pernikahan beda agama yang biasanya sangat sulit dilakukan di Indonesia. Jadi, ada baiknya perkara agama ini dibicarakan dengan baik ya, beb. Jangan sampai nanti pas udah menikah malah bikin ribet pas tau suami/istri lu ateis, misalnya.

3. Waktu
Hidup bersama pasangan setelah menikah bukan berarti kita harus sama-sama terus. Sebagai manusia juga kan harus punya yang namanya me time alias waktu buat diri sendiri, entah melakukan hobi atau menenangkan diri. Nah, hal kayak ini harus banget diomongin supaya nggak bikin percik-percik salah paham diantara pasangan.

Misalnya, saya kalo me time harus semedi ke gunung. Nah, kalau pasangan saya nggak tau kan bisa aja saya dianggap hilang atau lari atau malah parahnya dianggap selingkuh, padahal semedi di gunung adalah cara saya menenangkan diri dari kerumitan pikiran. Kan nggak semua orang bisa memahami hal-hal semacam ini, makanya perihal waktu juga harus ada obrolan yang mendalam, bukan cuma basa-basi.

4. Anak
Ada satu hal yang harus diingat dalam hal ini: tidak semua orang yang menikah akan selalu ingin punya anak. Ada juga yang enggak mau punya anak. That's why, hal ini harus dibicarakan dengan calon pasangan. Jangan sampai nanti ketika sudah menikah, kamunya mau punya anak, eh dianya nggak mau. Yang ada nanti main salah-salahan doang. Kasihan si anak yang nggak tau apa-apa malah jadi korban.

Kalaupun memilih untuk punya anak, perlu dipikirkan juga bagaimana cara merawat dan mendidiknya, biaya kehidupan si anak nantinya, bahkan ketika si anak terlahir dengan kondisi tidak normal (ini saya dapat dari hasil menyimak obrolan Live IG Kalis Mardiasih dan Gitasav). Perencanaan jangka panjang terkait anak tentu dirasa merepotkan, tetapi menurut saya ini sama saja seperti persiapan matang untuk benar-benar paham ketika akan memiliki anak.

Kalaupun tidak mau punya anak, ya kembali lagi. Masing-masing pasangan harus mengedepankan apa yang jadi pertimbangannya. Semua berdasarkan kesepakatan dan komunikasi, ya.

5. Seks
Terakhir dan yang paling penting adalah soal seks. Hubungan intim yang satu ini bisa jadi perekat sekaligus bumerang dalam pernikahan.

Anjay, aing ngomong apaan? Hahaha.

Tapi beneran, ada banyak pernikahan yang gagal gara-gara beda preferensi seks. Ini bisa jadi bakal terkait sama poin pembuka di tulisan ini. Lagi-lagi kita harus memastikan preferensi seks calon pasangan kita kayak apa. Jangan sampe nih ya, pas udah nikah, kamu baru tau kalau pasangan kamu doyan BDSM (cerita ini saya dengar dari sebuah podcast tentang Toxic Relationship). Atau ada fetish-fetish lain yang mungkin ternyata enggak sepaham sama kita.

Kalau udah begini sebenarnya bakalan sulit alias "nggak nyambung" aja gitu. Karena seks bukan cuma soal ena-ena di ranjang. Tanpa komunikasi, semuanya bakalan bubar jalan.

Meski kita memilih untuk tidak melakukan seks pranikah, bukan berarti obrolan semacam ini jadi tabu buat kita dan calon pasangan. Topik ini sebenarnya lebih luas daripada cuma bahas selangkangan. Kita bisa bahas soal penyakit-penyakit menular seksual, bisa juga terkait gen dan keturunannya (balik lagi ke poin anak), atau menyoal preferensi seks terkait monogami, non-monogami, atau polyamorous tadi.

Huh, menikah memang tidak pernah mudah. Ada banyak yang harus dibicarakan. Ada banyak yang harus dipertimbangkan. Dan lagi, menikah bukan cuma soal seksualitas, ya. Semua hal di atas kuncinya cuma satu: komunikasi. Jadi, perbaiki dulu pola komunikasinya, baru kita jalan sama-sama, ya.

Sekian dan sehat selalu. Mohon maaf kalau ada salah-salah penyampaian. Silakan sampaikan kegelisahan atau semisal kalian tau lebih banyak soal ini dan punya pendapat lain bisa bagikan di kolom komentar yaa. Makasih!
___

Sumber:
https://www.lexico.com/en/definition/fetish
https://www.independent.co.uk/life-style/dating/polyamory-meaning-open-relationship-dating-sexuality-louis-theroux-altered-states-a8541506.html
https://www.urbandictionary.com/define.php?term=Non-Monogamy
https://lokadata.id/artikel/tingkat-perceraian-lebih-tinggi-dari-perkawinan

Post a Comment

2 Comments

  1. Ngakak, pas ka Tiwi bilang. "Anjay, ini aing ngomong apaan?" hahah!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haiiiii wkwkkw ya namanya juga masi muda ya udah ngomongin nikah duh saya mah pusing wkkw

      Delete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?