Selamat Tinggal


Matanya tak menampilkan apapun saat duduk dan menatap sepasang bola mata di hadapannya. Lilin di meja makan redup tertiup angin. Potret kehangatan dalam dinginnya malam di hari kasih sayang pun memudar. Angin semakin gigil dan ia tak tahu harus berbicara apa lagi.

"Mau kemana kau setelah ini?"

"Pulang."

"Ku antar?" tawarnya. 

"Tidak perlu. Tidak usah repot-repot."

Hening kembali mengisi suasana. Pikiran keduanya runyam diobrak-abrik kejadian beberapa jam sebelumnya.
___

Lelaki itu melihat kekasihnya berdiri di pinggir jalan bersama seorang lelaki yang terburu-buru meninggalkannya. Gaun yang dikenakannya adalah gaun khusus yang ia pesan untuk menghabiskan malam Valentine di tempat yang sudah dipesannya. Perasaan tidak enak muncul begitu saja ketika ia melihat gadis itu di sana.

Lantas ia menghentikan mobilnya, menyuruh kekasihnya masuk hanya dengan membuka kaca mobilnya. Gadis itu cuma diam sepanjang perjalanan, pun dengan si lelaki. Mereka berdua sama-sama paham, ada yang tidak beres dengan hubungan mereka.

Tapi mereka memilih menahannya sampai ketika mereka tiba di restoran dan duduk berhadapan seperti saat ini.

"Kau mau jelaskan sesuatu?" tanya si lelaki.

"Kau sudah tahu, kan?"

Ia menghela napas. "Baru menduga. Lebih baik kau jelaskan siapa tahu dugaanku salah."

"Kau benar."

"Benar tentang apa maksudmu?"

"Aku terlalu picik dan pemilih. Tidak bisa diam di satu tempat. Dan suka menyia-nyiakan perasaan." Gadis itu hening sejenak. "Kau boleh marah sekarang."

"Kenapa aku harus marah?"

"Karena kau bertemu orang yang salah."

Lelaki itu tersenyum. Auranya berubah jadi menakutkan, tatapan matanya menusuk dan bisa membunuh kapanpun juga.

"Siapa bilang? Justru aku bersyukur sudah bertemu denganmu. Dengan begitu, aku tidak perlu menyiapkan banyak hal di Valentine tahun depan. Cukup untuk diriku sendiri dan mungkin ibuku dan adik-adikku. Terima kasih sudah mau menjelaskan padaku."
___

"Kau benar tidak mau kuantar?"

"Tidak. Tolong pesankan aku taksi online saja. Terima kasih."

"Sure."

"Selamat tinggal. Selamat Valentine."

"Yeah, selamat tinggal. Semoga Valentine-mu dengannya lebih baik dibanding denganku. Terima kasih kembali."

Dan malam yang hangat berubah jadi sendu. Lega. Mungkin itu yang dirasakan si lelaki ketika berusaha melepaskan seseorang untuk lebih bisa mencintai dirinya sendiri. Kasih sayang... apakah itu hanya tentang memberi kepada orang lain? Bukankah diri kita juga wajib dikasihi oleh rasa sayang? Ah entahlah. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan dan menikmati sisa malam yang romantis dengan berpikir, esok ia ingin mengajak ibu dan adik-adik makan di pinggir pantai.[]

Cileungsi, 14 Februari 2020.
23:38.

Post a Comment

0 Comments