[Book Review] Le Petit Prince by Antoine de Saint-Exupéry


Judul: Le Petit Prince | Pengarang: Antoine de Saint-Exupéry | Penerbit: Gramedia Pustaka Utama| Tahun Terbit: Cetakan Kesembilan, Februari 2018 | Tebal Buku: 120 hlm. | ISBN: 978-602-032-341-1

Saya membaca ini seperti kembali ke masa kanak-kanak. Dongeng yang dibawakan dan dituturkan secara sederhana, tetapi punya porsi yang cukup untuk menyentak kedewasaan pikiran kita. Ini bukan dongeng anak-anak biasa, melainkan pelajaran untuk orang dewasa yang dikemas dari segi cerita anak-anak.

Barangkali kita ingat, ketika masa kecil dulu, dongeng hanya dibacakan ketika akan tidur atau memang sedang latihan membaca seperti yang dilakukan Ibuk Retno Hening kepada Kirana dan Rumaysaa. Membaca dongeng jadi sebuah nilai ukur, apakah anak bisa menceritakan ulang dan memahami makna ceritanya atau tidak. Sedangkan untuk orang dewasa, dongeng bisa jadi sentilan untuk memahami hal rumit dari mata anak-anak.

Begitupun dengan buku Le Petit Prince yang saya beli karena rasa penasaran. Buku ini sempat dibicarakan banyak orang pasca kemunculan filmnya dan juga dari sebuah pameran tentang masa kecil di Jakarta. Saya demikian tertarik karena beberapa teman membaca buku ini dan mereka bilang buku sama sekali nggak sederhana seperti kelihatannya.

Buku bersampul putih dengan ilustrasi seorang anak—pangeran cilik—berambut kuning yang berdiri di atas bulan, mungkin menjadi sebuah sampul sederhana yang menarik. Kenapa ia berdiri di atas bulan? Kenapa tidak di bumi? Apa ia berasal dari kerajaan bulan?

Alkisah seorang penerbang yang jatuh du sebuah gurun. Pesawatnya rusak dan bertemulah ia dengan si Pangeran Cilik. Bermula dari sebuah ingatan masa kecil ketika si penerbang melihat seekor ular yang menelan mangsanya bulat-bulat, lalu ia mulai menggambar. Gambar yang sederhana seperti yang ia lihat secara visual.

Nyatanya, ketika ia menanyakan gambar tersebut kepada orang dewasa, mereka malah menganggap gambar tersebut sebagai sebuah topi, bukan seekor ular yang di dalam perutnya ada seekor gajah besar. Ia lalu kecewa dan mulai berpikir bahwa ia tidak bakat menggambar.

Pertemuannya dengan Pangeran Kecil mau tidak mau membawa dirinya pada banyak ingatan masa kecil. Hal-hal sederhana yang dibawa oleh si pangeran membuatnya berpikir bahwa orang dewasa terlalu banyak mempertanyakan sesuatu.

“Orang-orang dewasa menyukai angka. Ketika kau mendeskripsikan seorang teman baru kepada mereka, mereka tak pernah menanyakan padamu hal-hal yang penting.  Mereka tak pernah bertanya, ‘Seperti apa suaranya? Apa permainan favoritnya? Apakah da mengoleksi kupu-kupu?’ Bukannya bertanya begitu mereka malah menuntut ‘Berapa umurnya? Berapa banyak kakak dan adiknya? Berapa beratnya? Berapa penghasilan ayahnya?”

Hal-hal yang sederhana dalam pikirkan anak-anak kadang jadi rumit ketika sudah dewasa, padahal pemikiran itu tetap bisa disandingkan untuk mempermudah pola pikir dan menikmati kehidupan. Sama halnya dengan menikmati buku ini. Walaupun ceritanya sederhana, kadang malah membuat saya banyak berpikir. Padahal seharusnya kita hanya perlu membaca dan menikmatinya.

Satu hal yang saya suka selain dari isi ceritanya yang menarik, buku Le Petit Prince dilengkapi dengan ilustrasi yang juga menarik bagi saya. Seperti membaca buku anak-anak seutuhnya. Namun, secara garis besar, buku ini lebih cocok dibaca oleh orang dewasa dengan tujuan menyederhanakan pemikiran. Tidak ada salahnya berpikir sederhana seperti anak-anak. Bukan berarti kita kembali kekanakan, tetapi ada banyak hal di luar sana yang seharusnya bisa dinikmati tanpa harus dipikirkan terlalu rumit.

Buku ini akan selalu jadi favorit saya sampai kapanpun. Selalu menyenangkan bisa membaca kisah-kisah semacam ini.

Sekian. Enjoy your Saturday night and keep reading books. See you!

Post a Comment

2 Comments

  1. Saya udah nonton filmnya nih. Bagus. Terkadang memang orang dewasa sukanya mikir yang rumit-rumit, dan berusaha untuk jadi sempurna dimasa depan, padahal seharusnya sedikit mengingat tentang masa kecil bisa membuat hidup tampak lebih sempurna ya. Hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya malah belum nonton filmnya padahal udah lama itu yaa huhu.

      Yap setujuuu. Buku ini tuh malah bikin mikir sebenernya. Tapi karena penyampaiannya sederhana jadi mudah dipahami dan menyentil banyak sisi rumit manusia dewasa.

      Delete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?