Catatan Perjalanan Gunung Ciremai Jalur Palutungan 3078 MDPL


Sehari setelah turun kami semua dapat kabar kalau Gunung Ciremai kebakaran. :(
___


Suatu hari di 2017, saya dan adik-adik tingkat sudah mempersiapkan diri untuk mendaki Gunung Ciremai. Jogging setiap hari, bicara apa-apa saja yang akan dibawa, mau mampir kemana dulu sebelum dan setelah mendaki, pokoknya banyak. Sampai akhirnya, saya tidak jadi berangkat karena harus mengurus skripsi. Bhaiq, takkan lari gunung dikejar, kan?

Selang dua tahun kemudian, teman-teman yang mendaki Gunung Gede bersama saya di tahun 2018 mengagendakan untuk mendaki Gunung Ciremai. Saya sangat antusias untuk ikut. Walaupun ada beberapa hal yang nyaris membuat saya tidak jadi berangkat, lagi.

But, finally I was there.

Jumat, 2 Agustus 2019.
Saya berangkat pukul 4 sore dari rumah. Kami menentukan meeting point di Terminal Lebak Bulus yang menjadi titik tengah pemberangkatan kami semua. Kali ini kami berjumlah 8 orang, yakni saya, Mas Yudi, Kak Leni, Mas Pandu, Mbak Endah, Mas Ahmad, Mas Jiung, dan Mas Eko.

Setelah semuanya kumpul, kami berangkat dengan menggunakan bus Luragung menuju Kuningan atau Cirebon. Sayangnya, kami terjebak bujuk rayu kondektur bus yang bilang bahwa masih ada tempat untuk kami semua. Ternyata kami harus duduk di tengah bus dengan "kursi bakso"—Kak Leni menyebutnya begini. Sedangkan 4 orang lainnya harus berdiri sepanjang perjalanan.

Tertidur dengan susah payah karena sepanjang jalan bus menyetel lagu dangdut sampai rasanya bikin saya mabok lagu dangdut.

Berangkat sekitar pukul 7 malam, kami tiba di Cirebon pukul 12. Lalu melanjutkan perjalanan dengan charter angkot untuk bisa sampai ke basecamp Palutungan.

Sesampainya di basecamp sekitar pukul 1 dini hari, kami beristirahat di masjid terdekat. Dingin banget ternyata ya walaupun bobo di masjid. Huhu.

Sabtu, 3 Agustus 2019.
Dibangunkan oleh aktivitas subuh, kami semua solat berjamaah di masjid. Kemudian... kembali bergelung dengan sleeping bag masing-masing. Hahahaha. Setelah itu kami sarapan dan packing ulang semua perlengkapan kami.

Packing packing!

Pukul 9 pagi kami sudah selesai mengurus simaksi dan memulai perjalanan kami. Saya, Mas Yudi, Mbak Endah, dan Mas Ahmad berjalan terlebih dahulu. Alasan saya jalan duluan tetap sama seperti sebelumnya: jalan saya lelet sekali makanya berusaha untuk selalu duluan. Apalagi saya nggak ada olahraga apa-apa sebelum mendaki. Parah memang.

Tidak berapa lama, kami sampai di gerbang masuk jalur Palutungan. Ternyata gerbangnya bagus, ada gapuranya pula.

Gerbang masuk jalur Palutungan.

Basecamp -  Pos 1 Cigowong (±3,5 jam)
Kami mulai berjalan lagi. Sungguh awal mula perjalanan itu memang sangat melelahkan. Belum lagi jarak dari basecamp ke pos 1 yang ternyata sangat panjang. Setelah dihitung-hitung, kami harus melewati 4 pos bayangan sebelum sampai di pos 1. Gila! Nemu bedeng atau tempat istirahat di pos bayangan aja rasanya bahagia sekali.

Jalur menuju pos 1

Sampai di pos 1, semuanya seperti surga. Kamu bisa jajan gorengan, makan semangka, ke toilet, ada mushola juga. Wah pokoknya tempat ternyaman untuk istirahat deh. Tapi karena kami sampai di pos 1 tepat tengah hari, kami memutuskan untuk makan bekal yang kami bawa dari basecamp. Tanpa jajan.

Semangkanya memang menggoda banget sih, tapi untung masih bisa nahan diri. Cukup banyak pendaki yang juga jajan di warung atau makan bekal mereka. Pos 1 ini juga bisa dibilang pos terakhir yang menjual makanan. Sebab, pos-pos selanjutnya kamu tidak akan menemukan yang semacam ini.

Pos 1 akhirnyaaaa.

Pos 1 Cigowong - Pos 2 Kuta (20menit)
Yha! Sedekat ini ternyata. Memang pos 1 aja yang melelahkan. By the way, jalur Palutungan ini memang landai. Jalurnya enak banget buat jalan santai meskipun saya tetap saja ngos-ngosan dan berhenti setiap 5 atau 7 langkah.


Pos 2 Kuta - Pos 3 Pangguyangan Badak (30 menit)
Jalan lagi, jalan terus, jalan melulu. Entah kenapa suhunya makin lama makin dingin. Padahal siang-siang. Waktu di Gunung Gede kayaknya tidak sedingin itu. Nah ini sambil jalan saja rasanya tetap dingin, apalagi berhenti.

Mengingat jalan saya yang cukup lama, saya berusaha untuk tidak banyak berhenti. Baiknya, Mas Yudi masih mau nungguin saya yang jalan di belakangnya pelan-pelan. Hatur nuhun. Hahahaha.


Pos 3 Pangguyangan Badak - Pos 4 Arban (±1 jam)
Sampai di tengah jalan, saya bertanya pada Mas Yudi dimana tepatnya kami akan mendirikan camp. Sebab, sepertinya kami akan sampai di tempat camp nyaris waktu maghrib. Selama di jalan pun kami bertemu beberapa pendaki yang sudah akan turun. Menyempatkan diri bertanya di pos mana yang masih ada lahan untuk bangun tenda.

Dan keputusan jatuh di pos 6 Pesanggrahan. Karena katanya lahan disana luas dan memang dikhususkan untuk tempat camp pendaki.

Pos 4

Mas Ahmad dan Mbak Endah sudah tidak terlihat saking cepatnya mereka jalan. Saya salut dengan stamina mereka yang sungguh terjaga. Padahal saya sendiri sudah hampir menyerah di tengah jalan. Tapi akhirnya tetap melanjutkan. Sampai di pos 4, mereka menunggu kami. Sedangkan Kak Leni, Mas Pandu, Mas Jiung, dan Mas Eko masih tertinggal jauh di belakang. Kelompok kami terbagi dua.

Pos 4 Arban - Pos 5 Tanjakan Asoy (±30 menit)
Sungguh ini 30 menit yang melelahkan. Tanjakan asoy memang yang saya khawatirkan sejak awal. Takut kejadiannya seperti tanjakan setan di Merbabu atau di Gede. Meski demikian, ternyata tanjakan asoy tidak semenyeramkan itu, hanya saja sangat-sangat menguras energi!

Pos 5 Tanjakan Asoy - Pos 6 Pesanggrahan (±1,5 jam)
Sampai di Pos 5 jam 4 sore, kami melanjutkan perjalanan sampai Pos 6 dan berharap bisa tiba sebelum gelap. Untungnya tenda dibawa oleh Mas Yudi dan Mas Ahmad. Jadi kami bisa langsung mendirikan tenda sambil menunggu rombongan kelompok kami yang lain.

Tempat camp kami!

Mendirikan tenda dengan ditemani angin yang bikin merinding ternyata susah. Tangan kebas, jari-jari saya bahkan seperti nggak bisa merasakan apa-apa saking dinginnya. Rasanya ingin segera masuk sleeping bag lalu meringkuk. Dingin banget soalnya.

Rombongan kami yang lain akhirnya sampai di tenda sekitar pukul 7 malam. Selang 2 jam dari kedatangan kami. Ternyata ada musibah dulu, yaitu kaki Mas Pandu terkilir saat berjalan di waktu maghrib. Memang ada baiknya saat  maghrib itu berhenti sejenak ya.

Setelah beres-beres, kami mulai masak. Makanan yang super mewah akan jadi makan malam kami. Selalu seperti ini setiap kali saya pergi dengan mereka. Yap, ayam opor! Mana ada makan ayam opor di gunung? Biasanya saya cuma makan nasi sama mi instan. Hahaha.

Setelahnya kami beristirahat. Entah jam berapa sunmit esok hari. Sebangunnya aja, katanya.

Pos 6 Pesanggrahan - Puncak (melewati 3 pos: Sangyang Ropoh, Goa Walet, dan Puncak dengan waktu ±3 jam)
Terbangun jam setengah 3 karena kebelet pipis, saya sudah mendengar banyak pendaki yang bersiap mau summit attack. Gila pagi banget sih mereka demi melihat sunrise. Saya sudah hilang minat duluan, karena sleeping bag lebih menggoda daripada sunrise. Hahahaha.

Akhirnya saya, Mas Yudi, Mas Ahmad, dan Mbak Endah bersiap ke puncak di jam 7 pagi. Bahkan belum sarapan. Sampai di puncak, hanya makan biskuit saja 2 potong. Lapar, bos!

Ngaso sebelum sampai puncak. Capek, bos!

Sudah tidak banyak orang di puncak, tapi sungguh saya jatuh cinta pada langit birunya yang bersih. Memang ini yang saya cari, sebab di kota saya langitnya tidak secerah ini meski sedang cerah-cerahnya. Makanya, saya suka naik gunung karena ini. Hahahaha.

Sampai di puncak cuma berempat dari total 8 orang yang berangkat.

Turun dari puncak dengan kecepatan yang lumayan, saya merasa mual dan pusing. Sudah pasti ini karena belum makan pagi dan energi terkuras banyak. Bisa jadi gejala masuk angin juga. Tapi untungnya masih kuat sampai tempat camp. Belum lagi jalurnya berdebu sekali. Siap-siap saja pakai masker ya.

Sampai di tenda... 4 orang yang tidak ikut muncak sudah turun duluan. Kami disisakan banyak makanan. Kemudian packing dan mulai turun. Wuih, turunnya ngebut sekali. Saya pun cuma berharap agar kaki baik-baik saja. Biasanya kalau turun gunung kaki saya suka bermasalah, entah jatuh atau keseleo. 

Pos 6 Pesanggrahan - Basecamp (4,5 jam)
Sampai di pos 1 tepat waktu ashar. Dan... akhirnya kami makan semangka! Sungguh sebuah hidangan yang menyegarkan. Istirahat hampir 30 menit, kami lanjut jalan lagi karena sudah sebentar lagi. Belum sampai pos bayangan kedua,  kelompok kami yang turun duluan terlihat di jalur. Ternyata Kak Leni keseleo.

Untungnya ada dua bapak warga sana yang bersedia membantu memboncengkan Kak Leni di atas motornya. Dan saya disuruh ikut dengan bapak yang satunya. Akhirnya sisa perjalanan saya dilakukan dengan motor. Hahaha. Untuk pertama kalinya saya naik motor di jalur gunung. Lebih enak jalan kaki ternyata.

Sampai di basecamp ternyata sedang ada pemadaman lokal. Untungnya kami sampai sebelum gelap. FYI, setelah turun gunung kamu akan dapat makan gratis di warung dekat pos penjagaan. Ya, nggak gratis juga sih itungannya karena kamu sudah membayar di awal sekaligus dengan uang simaksi. Oh iya, dapat sertifikat juga lho. Hehehe.

Penampakan sertifikat pendakian Gunung Ciremai.

Malam itu ketika naik pick up bersama dengan 6 orang dari rombongan lain, saya melihat langit yang sungguh berbeda rasanya. Cerah sekali dan penuh bintang! Saya lupa kapan terakhir kali menatap langit dengan syahdu seperti itu. Bikin jatuh cinta saja.

Intinya, saya senang melakukan perjalanan semacam ini. Bukan karena masokis kayak mas gebetan bilang—yha dia bilang saya masokis gara-gara suka melakukan perjalanan yang melelahkan dan menyakitian—tapi perjalanan kayak gini bikin saya lepas dari permasalahan hidup sehari-hari. Sebab, kalau sudah masuk hutan, semua pikiran di kota, di rumah, dan di luar hutan bisa saya singkirkan sejenak. Makanya saya senang kalau diajak naik gunung.
___

Saya akan menuliskan biaya transportasi dan simaksinya, ya.
1. Bus Lebak Bulus - Cirebon (PP) Rp160.000/orang
2. Angkot Cirebon - basecamp Palutungan Rp 40.000/orang
3. Mobil pick up pulang dari basecamp Rp 25.000/orang
4. Simaksi Gunung Ciremai Rp 60.000/orang
5. Logistik bergantung pada jumlah orang dalam tim dan mau makan apa. Saya dan tim kemarin patungan Rp 35.000/orang (kalau tidak salah ingat).

Sampai jumpa di lain kesempatan.

Cileungsi, 13 Agustus 2019.

Post a Comment

5 Comments

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?