Catatan Perjalanan: Gunung Ungaran 2050 Mdpl via Basecamp Mawar


Tahun 2018 kali ini saya nggak berniat untuk gantung carrier. Meski sudah lulus dari dunia kampus, saya tetap ingin bisa naik gunung, gimana pun caranya. Sampai suatu hari saya punya ide untuk naik gunung yang nggak terlalu tinggi buat pemanasan. Ya, bisa dibilang ini perdana juga di tahun 2018 sejak perjalanan ke Kerinci tahun sebelumnya.

Memilih mendaki gunung dengan ketinggian yang tidak terlalu tinggi pun banyak pertimbangannya. Fisik yang jarang dilatih, kerjaannya cuma gogoleran sambil main hape, inilah yang bikin saya sempat ragu. Masih kuat nggak ya nanjak gunung lagi? Akhirnya saya coba ajak sepupu perempuan saya yang tinggal di Semarang untuk mendaki Gunung Ungaran. Sebab, dia sudah beberapa kali naik Gunung Ungaran, makanya saya ajak dia supaya jadi guide saya.

Nggak disangka, Ratih, sepupu saya ini, setuju untuk ikut menemani saya mendaki. Sebelumnya tentu saya tanyakan: berapa lama waktu untuk mendaki sampai turun lagi? Jalurnya bagaimana? Perlu pakai sepatu apa sendalan aja?

Dan dia menjawab dengan hal yang melegakan, "Jalurnya enak kok mbak. Bisa tektok cuma 4 jam naik, 4 jam turun dengan jalan santai. Terus pake sendalan aja juga gak apa-apa."

"Yakin nih, sendalan aja? Jalurnya cadas kayak Merapi nggak?" tanya saya seketika ketika mengingat jalur Merapi yang sungguh bikin kaki sakit, padahal waktu itu saya pakai sepatu, padahal lagi Merapi bisa tektok juga alias nggak ngecamp.

"Cadas Merapi, mbak," katanya meyakinkan. Akhirnya aku memutuskan untuk memakai sendal dan tetap berkaus kaki ketika mendaki.

11 Agustus 2018
Setelah agenda pengumuman seleksi pekerjaan yang dimundurkan, akhirnya saya dan Ratih memutuskan untuk mendaki dari pagi. Berangkat kira-kira jam 05.45 dari Tembalang, kami sampai di basecamp Mawar sekitar pukul 06.50. Angin pagi itu cukup dingin, belum lagi ditambah jalur ke basecamp yang berkelak-kelok. Kasihan sama motornya. Bagusnya, di perjalanan kami bisa menikmati matahari terbit yang cantik banget.

Setelah mampir ke toilet lebih dulu, kami langsung memulai perjalanan. Tanpa basa-basi, berbekal nasi bakar dari ibu kos Ratih yang baik hati sempat menggoda indera penciuman. Sayangnya kami sepakat untuk memakan nasi bakar itu ketika di atas nanti sebab kami sudah sarapan roti. Ini naik gunung tanpa camp pertama saya. Hanya pakai sendal, bawa air minum 1,5 liter, snack, dan ransel kecil. Sungguh terasa seperti mendaki bukit.

Basecamp Mawar - Pos 1 ( 20 menit)
Pos 1 Gunung Ungaran

Ketika memulai jalan, beberapa saung yang ada di sekitar basecamp memang dimanfaatkan orang-orang untuk berwisata atau kemah sambil menikmati pemandangan. Saya jadi teringat bukit Tranggulasih yang punya fungsi serupa dengan basecamp Mawar.

"Mbak, mau kemana?" tanya seorang bapak-bapak yang duduk di saung.

"Mau ke atas, Pak. Ke Ungaran," jawab Ratih.

"Berdua?" tanyanya tidak percaya melihat penampilan kami berdua.

"Iya, Pak. Mari, " kata saya.

Setelah lewat dari bapak tersebut saya ingin tertawa. Apa penampilan kami tidak meyakinkan? Apa dua perempuan seperti kami tidak terlihat mumpuni untuk mendaki gunung? Hahaha.

Jalanan ke arah pos 1 masih terbilang landai, meski telah memasuki hutan yang cukup lebat. Suasananya mengingatkan saya pada kaki Gunung Slamet ketika dulu pertama kali diajak camp saat masih jadi calon anggota KMPA FISIP Unsoed. Mulanya, saya berjalan santai sampai napas mulai terasa pendek-pendek. Ini yang paling saya nggak suka, saya gampang sekali kehabisan napas jika kelelahan.

"Mbak, aku jalannya pelan ya," kata Ratih.

"Iya, santai aja jalannya. Aku juga mulai ngos-ngosan."

Kami terus berjalan sampai kurang lebih 20 menit dan sampai ke sebuah pos yang tidak ada orang. Meski lelah, saya hanya minum 2 teguk air karena itu sudah cukup untuk membasahi tenggorokan. Sebab kalau terlalu banyak minum bisa jadi malah bikin saya mual saat berjalan nanti.

Pos 1 - Pos 2 (15 menit)
Pos 2 Gunung Ungaran
Perjalanan masih melalui jalur yang sangat landai, tetapi mulai memasuki hutan yang tertutup. Bersyukur karena masuk hutan artinya kami tidak akan kepanasan mengingat matahari mulai terik. Sepanjang jalan pun selalu ada plang yang menunjukkan jalan ke puncak di tiap persimpangan. Ini memudahkan saya yang seringkali buta arah kalau nemu persimpangan.

Kami berjalan dalam hening dan hanya terdengar deru napas yang memburu. Jarak pos 1 ke pos 2 yang relatif dekat ternyata membuat saya tidak begitu lelah. Tau-tau sudah sampai di pos 2. Hehehe. Omong-omong, jalan dari basecamp ke lereng gunungnya kayak nyebrang gitu. Jadi dari pos 1 itu keliatan puncaknya, tapi kami berjalan seperti menyeberangi bukit.

Pos 2 - Pos 3 (15 menit)
Pos 3 sekaligus pertemuan jalur dari Kebun Teh Promasan

Masih sama seperti sebelumnya, jalanan landai sudah berubah sedikit agak menanjak. Di sini saya dan Ratih sempat berhenti beberapa saat setelah selesai jalan di tanjakan. Capek, bos! Hahaha. Tapi saya masih bisa menikmati aroma hutan yang lembab kok meskipun sudah di musim kemarau. Dan kami sempat bertemu rombongan 5 orang perempuan yang menenteng tenda.

"Mau camp dimana, Mbak?" tanya Ratih pada rombongan itu.

"Di atas, Mbak. Kalo mbaknya?"

"Kita nggak camp, turun lagi nanti. Hehehe." Lalu kami melanjutkan perjalanan ketika mereka masih beristirahat.

Pos 3 - Pos 4 (35 menit).
Pos 4 di kejauhan yang banyak tenda itu.

Jalur menuju pos 3 adalah jalur yang saya sebal pake banget karena sudah masuk jalan berbatu. Meski ya memang tidak secadas Merapi, tapi cukup menguras energi. Kami belum bersedia berhenti lama sebelum sampai di pos 4. Waktu saat itu sudah menunjukkan pukul  08.50. Masih pagi ternyata. Jalur ke pos 4 pun sudah mulai terbuka, sehingga matahari lebih sering membakar kulit kami walaupun masih bisa terbilang matahari pagi yang menyehatkan.

Sampai di pos 4 sekitar jam 9 lewat, ada beberapa tenda yang dibangun di sana. Memang sih, disini ada lahan yang cukup luas untuk camp, tapi areanya terbuka sekali. Saya nggak tahu ya kalau malam bagaimana, bisa jadi angin bertiup sangat kencang. Kami memutuskan untuk istirahat agak lama dan memakan snack. Nasi bakar yang kami bawa belum kami maksudkan untuk dimakan di sana, tapi menunggu jam makan siang. Masih terlalu dini untuk makan siang rasanya.

Pos 4 - Puncak (1 jam)
Tugu Puncak Gunung Ungaran 2050 Mdpl

Seberes istirahat, kami memutuskan untuk berjalan lagi karena takut malah jadi mager. Hahaha. Ternyata sebelum sampai puncak kami harus terlebih dulu melewati pos puncak bayangan 1 dan puncak bayangan 2. Seberapa jauh? Ya, lumayan muter sih kayak kena tipu jadinya. Dikira sudah sampai puncak, taunya belum. Kami berangkat pukul 9.30 dengan jalanan yang terbuka, menanjak, dan panas. Makin kerasa pendakiannya. Hampir satu jam akhirnya kami tiba di puncak dengan tugu batu dan 3 tenda yang berdiri di sekitarnya.

Gila ya bikin tenda di puncak! Hahaha. Jadi pagi-pagi nggak usah summit dong yaaa. Lalu pikiran saya sempat berpikir juga soal angin yang cukup kencang di atas. Hm, ya nggak apalah, camp di puncak kan pilihan. Meski saya lebih memilih camp di pos 4 yang pemandangannya lebih apik. Dari atas puncak terlihat gunung lain sepertu Merbabu dan Merapi. Dan akhirnyaaa, kami makan siang nasi bakar ibu kos di puncak Ungaran! Enak banget!

nasi bakar terenak buat sarapan

Tidak berlama-lama di puncak, hanya sekadar foto-foto saja, kami lalu turun lagi. Di pos 4 ada rombongan perempuan yang tadi berpapasan dengan kami di jalan. Dan ternyata salah satunya ingin ikut turun bersama kami. Ya sudah, jadi kami turun bertiga deh. Jalur turun yang berbatu lebih menyakitkan buat kaki saya, tapi ketika sudah sampai jalur landai saya ngebut seketika. Kira-kira pukul 1 lewat kami sudah sampai lagi di basecamp. Hehehe. Ini pengalaman pertama naik gunung cuma tektok dan memang asik aja sih.

So, tunggu cerita gunung selanjutnya yaaa. See you next time!

Tangsel, Agustus 2018.

Post a Comment

3 Comments

  1. haloo kaa Eka, mau tanya nih, gunung Ungaran aman ngga sih buat pemula tp ambil take top?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Kak Nia, menurutku masih aman kak mengingat jarak tempuhnya terbilang singkat. Nggak kayak gunung2 lain yang harus berhari2 hehe. Kalo pemula mungkin bisa berangkat lebih pagi supaya bisa ada istirahat ketika di jalur, ya.

      Delete
    2. noted, terimakasih banyak yaa ka

      Delete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?