Bukit Asmara Situk; Romantisme Alam di Desa Kalilunjar


Romantisme macam apa yang kau harapkan ketika ingin menghabiskan waktu bersama orang tersayang? Jalan-jalan di taman, makan malam bertemankan lilin, atau menikmati pesona pagi saat matahari terbit di atas bukit? Kalau kau memilih yang terakhir, aku akan ajak kamu ke suatu tempat dimana kita bisa menikmati pagi yang eksotis.

Bukit Asmara Situk. Sudah pernah dengar? Kalau belum, ya kita sama. Ini pertama kalinya aku datang ke sana. Lokasinya di Desa Kalilunjar, Banjarnegara. Agak lumayan jauh dari kota, tapi jujur saja aku nggak begitu tahu karena sepanjang jalan dari Purwokerto aku tertidur pulas. Hehehe. Untuk bisa masuk ke sana hanya dengan membayar 15000 rupiah saja kok.

Tiba di siang hari, lampion warna-warni di lokasi parkir Bukit Asmara Situk (BAS) masih belum dinyalakan, tetapi suasananya sudah sebegitu menyenangkan buatku. Matahari tengah hari yang begitu terik akhirnya membuat kami enggan untuk naik ke atas bukit. Sebab tujuan utama kami naik ke sana tentu untuk menikmati matahari terbit. Akhirnya siang itu hanya kami habiskan duduk leyeh-leyeh dan ngadem di ruang secretariat BAS. Kalau laper ataupun haus, di area ini juga banyak yang menjual makanan ringan dan ada juga mie ayam. Jadi, jangan takut kelaparan.

Malam adalah sekelumit waktu dimana kesepian merajalela.

Suasana malam di BAS bisa dibilang sungguh menentramkan jiwa. Lampion warna-warni yang dipasang di area parkirnya benar-benar membuatku menikmati malam yang romantis, meski nggak bersama dia. Di tengah-tengah area parkir juga terdapat spot foto yang bisa digunakan rame-rame. Muat banyak lah pokoknya mah. Mau foto sendiri juga boleh, sih, tapi kok ya ngenes banget kalo sendirian. Hahaha.

Nih, kalo nggak percaya lihat fotoku dulu, ya.

Rame-rame dong :D

Malam yang cantik dengan lampion.

Seperti pagi yang selalu jadi teman membangun cerita baru, Bukit Asmara Situk menghadirkan romantisme baru.

Pagi sekitar pukul 7 akhirnya kami memutuskan naik ke atas bukit. Terlihat tidak cukup jauh, namun melelahkan juga. Bagiku, jalan ke atas yang sudah dimodifikasi dengan menggunakan bamboo seperti ini terasa lebih melelahkan dibanding dengan berjalan di jalan setapak. Uniknya, setiap tanjakan di BAS ini punya nama masing-masing yang menggambarkan betapa ‘romantis’-nya sebuah hubungan. Dimulai dari tanjakan perkenalan hingga tanjakan bahagia.

Perkenalan aja udah gini... huft.

Sampai di atas tentunya kami sudah tidak bisa menikmati matahari terbit. Ya karena memang matahari sudah terbit sejak beberapa waktu lalu ditambah lagi kabut cukup tebal. Sehingga pemandangan yang kami dapat hanyalah putih polos tanpa ada apa-apa sejauh mata memandang. Untungnya, spot foto di sini termasuk banyak dan sungguh instagramable.

Nama Bukit Asmara Situk ternyata memiliki sejarah romantisme dari pendiri Desa Kalilunjar. Konon katanya, desa yang didirikan oleh seseorang bernama Ki Candra ini bertemu istrinya di bukit tersebut. Maka, jadilah namanya Bukit Asmara Situk. Sederhana sih, tapi mampu menarik perhatian. Tapi menurutku pribadi, pemberian nama tersebut bisa jadi sebuah strategi pemasaran untuk menarik minat pengunjung yang saat ini gemar selfie dan suka dengan tren masa kini.

Lampion pas siang aja lucuk banget.

Meski namanya Bukit Asmara Situk, kamu nggak perlu takut kalau ke sini tapi nggak bawa pasangan. Mau jalan sendirian atau sama teman-teman juga nggak masalah. Apalagi di Bukit Asmara Situk ternyata ada juga yang namanya Bukit Jones, jadi nggak apa-apa kok kalo kamu masih jomblo, siapa tau nanti nemu jodohnya di atas, kan? Hehehe.

So, tunggu apalagi nih? Ayo main ke Bukit Asmara Situk.


Kamar Kos, udah mulai jadi pengangguran.
9 September 2017. 09:49.

Post a Comment

4 Comments

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?