Perjalanan Menembus Batas Keraguan: Pulang Dari Kerinci Langsung Dapat Gelar S.I.Kom


Sebuah kisah menantang resiko... yang akhirnya dilalui dengan cukup baik. Terima kasih Allah.

Malam ini akhirnya aku bisa bernafas lega dam tidur nyenyak. Selepas siang tadi mendaftar wisuda, rasanya aku belum rela melepas status sebagai mahasiswa. Dimana status itu ppunya banyak hal yang menguntungkan, termasuk soal waktu bermain dan pengembangan diri. Meskipun sudah lega, saya masih ingat rasanya bagaimana ujian skripsi saat itu. Detik-detik menegangkan, melelahkan, sekaligus mengharukan dalam hidup saya.

Berawal dari kalimat, "Mbak mau ikut ke Kerinci aja nggak?" dari Ade di chat line pada suatu malam, aku yang masih hectic dengan urusan skripsi yang baru aku mulai lagi, merasa sedikit kaget. Lho, aku kan maunya ke Rinjani. Kerinci itu ketinggian buatku. Jujur saja, aku sudah lamaaaa sangat ingin ke Rinjani dan keliling Lombok, tapi dananya belum ada. Dan mendapat kabar itu, aku nggak langsung mengiyakan. Aku berpikir banyak hal, termasuk kesiapanku menghadapi gunung tertinggi di Sumatera itu. Apa aku bisa? Aku belum yakin.

Mendekati hari pendakian, segalanya mulai terasa menantang. Aku harus benar-benar bisa membagi waktu antara bimbingan skripsi demi mengejar ujian akhir dan rapat pendakian. Di sela-sela waktu tersebut, aku banyak berharap bahwa apa yang aku rencanakan bisa berjalan dengan baik. Hingga, muncul suatu drama ketika bimbingan skripsi.

"Ini kamu masih banyak salahnya, benerin dulu ah. Kamu nggak lagi buru-buru, kan?" ujar pak dosen saat itu.

"Saya ngejar wisuda September sih, Pak."

"Minggu depan saya pergi lho ada acara. Kalo bisa ya kamu ujian awal bulan.

"Saya sebenernya awal bulan depan ada kegiatan pendakian, Pak."

"Lho, kamu mau pilih skripsimu apa acaramu itu?"

Aku bergeming. Kemudian, "Ya, saya sih masib prioritasin skripsi, Pak."

"Yaudah, kerjain dulu yang bener. Jangan buru-buru."

Drama hari itu selesai dan aku ngebut mengerjakan skripsi. Demi segala semesta yang mendukung, bisa dibilang ini semangat paling menggebu dalam mengerjakan skripsi. Aku mau keduanya—naik gunung dan ujian skripsi—bisa dilakukan dalam waktu yang tepat. Pasca dua bulan meninggalkan skripsi, aku benar-benar harus selesai tepat waktu mengingat tiga hal ini:

1. Yudisium fakultas tanggal 18 Agustus
2. Kosan udah mau dibongkar
3. Aku nggak rela bayar UKT lagi. Mahal!

Dengan segenap semangat, aku bimbingan 3 kali dalam seminggu. Bimbingan-revisi-kerjain-bimbingan lagi. Begitu sampai dua minggu, hingga akhirnya dosenku memberikan ACC Ujian Pendadaran di buku konsultasi.

Aku mungkin mahasiswi terniat yang gerak cepat ngerjain revisi dalam 1-2 hari. Sampai suatu hari, sebelum dosen memberikan ACC, pak dosenku bilang, "Iya, gini dong ngerjainnya. Kan saya jadi puas kalo kamu bener ngerjain revisinya. Nih saya acc ya. Saya bosen lihat kamu terus. Biar kamu cepet ujian deh."

Aku mencelos, tapi akhirnya aku bilang, "Ya, gimana pak. Kan saya semangat skripsian."

Dan beliau mengiyakan, "Iya, bener harus semangat itu. Terus kamu mau ujian kapan? Saya ada di kampus sampe tanggal 3 Agustus. Tanggal 4-5 saya ke Jogja."

Ini adalah waktunya merayu. "Tapi, Pak, saya ada kegiatan pendakian ke Kerinci tanggal 29 sampe tanggal 5."

"Lho, terus buat apa saya acc cepat-cepat. Ah kamu maunya jalan-jalan aja," ujar pak dosen.

"Jadi gini, Pak. Saya minta acc sekarang supaya saya bisa segera mengurus berkas ujian sebelum saya berangkat. Lagian saya pergi ke Kerinci juga kegiatan organisasi. Kan pengalaman, Pak," aku berusaha menjelaskan.

"Yaudah, pokoknya saya tunggu setelah tanggal 6 berarti ya."

Aku bersorak dalam hati. Baru kali ini naik gunung dapet izin dari dosen. Sekali lagi, aku berterimakasih pada Allah yang telah mengabulkan rencana kecilku. Semua drama yang tersusun dengan rapi akhirnya lancar terkendali. Mulai dari persiapan ke Kerinci, nitip berkas pendaftaran ujian dan draft skripsi ke teman, sampai harus bikin bahan presentasi ujian skripsi beberapa jam sebelum take off. Aku sungguh-sungguh amat bahagia.

Hari terakhir sebelum aku berangkat ke Jakarta, aku masih sibuk wara-wiri di kampus mengurus berkas. Belum lagi tanggal ujian yang mepet dengam jadwal kepulangan dari Jambi. Tapi entah kenapa aku masih optimis dengan segala rencana yang kususun sedemikian detail. Satu hal yang membuat aku merasa diperhatikan adalah ketika dosenku bicara seperti ini sebelum beliau pulang,

"Kamu pulang dari Kerinci tanggal berapa, Fri?"

"Tanggal 5, Pak."

"Lho, berarti saya ketemu kamu cuma via sms aja ya? Kamu jaga kesehatannya ya. Belajarnya yang bener, jangan sampe nanti nggak jadi ujian."

"Iya, Pak."

Demi apaaaa? Nggak ada dosen yang sebaik itu mengizinkan mahasiswinya naik gunung dulu sebelum ujian. Nggak adaaaa! Cuma dosen pembimbing dan penguji saya yang baiknya bukan main. Sungguh terima kasih banyak, bapak-bapak dosenku!

Kompak bener yaaa! :D
---

H-1 ujian skripsi, aku sudah siap. Meskipun aku akui, belajarku masih kurang maksimal, tapi tetap kuhadapi dengan baik. Banyak hal yang aku syukuri di hari itu selain bapak-bapak dosen yang sungguh membuat ruang ujian nggak kayak lagi ujian. Meskipun akhirnya aku dibuat terharu lagi ketika pengumuman bahwa ujianku hari itu lulus.

That's the best day I ever had.

Dan demi menghargai kebaikan bapak dosen pembimbing dan penguji, aku menulis ini di puncak Gunung Kerinci. Btw, foto ini aku munculkan di slide terakhir ketika presentasi hasil skripsi.


Komennya apa dong?
Dosbing 1: Wah, kamu kurang nulis nama saya disana.
Dosbing 2: Wah, 3805 mdpl tinggi banget ya?
Dospenguji: Wah, makasih lho nama saya udah sampe puncak kerinci. (Padahal ga ada namanyaaa).

Pokoknya, aku banyak-banyak berterima kasih karena rencana kecilku bisa berjalan dengan lancar atas ridho Allah. Baik pendakian gunung Kerinci yang cerahnya bukan main dalam 3 hari aku disana, sampai ujian skripsi yang sungguh melegakan. Aku bersyukur dengan sangat.


Ternekat of the year: ujian skripsi setelah naik gunung.

Lepas daripada itu, apa yang sungguh-sungguh kita lakukan pasti akan membuahkan hasil yang baik. Optimis dan percaya bahwa semua hal akan jadi baik kalau kita berpikiran baik. Dan, yang aku ambil dari kejadian ini adalah: semua rencana pasti nggak lepas sama campur tangan Tuhan dan orang lain. Aku nggak akan bisa pergi ke Kerinci kalo nggak ada restu dari orangtua. Aku nggak akan bisa juga ujian kalo dosen juga nggak setuju. Aku juga pasti nggak akan bisa sebahagia ini kalo salah satunya nggak terlaksana. Ini yang namanya menantang resiko, yang penting usaha dulu, kan?

Alhamdulillah, pulang dari Kerinci langsung bisa meraih gelar sarjana. Edan, mbok?


Kamar Kos, setelah perjuangan panjang.
18 Agustus 2017. 10:23.

Post a Comment

2 Comments

  1. Aisih semangat ya kak atas target skripsi dan lulusnya, kereeen. Kalo baca pendakian-pendakian di blog kakak jadi pengin nyoba hal baru juga deh hihi^^

    ReplyDelete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?