Keuangan Syariah dan Segala Bentuk Turunannya


Pernah suatu hari aku terlalu sibuk mengamati kumpulan uang logam dan tumpukan uang kertas yang sudah aku kumpulkan selama beberapa tahun belakangan. Perasaan bingung dan entah mau diapakan uang itu, sempat menggelayuti pikiran yang kosong. Kadang-kadang aku bertanya pada diri sendiri, "Apa faedahmu mengumpulkan uang dengan giat? Untuk travelling kah seperti keinginanmu? Atau untuk membeli rumah kah seperti yang mamamu sarankan atau... apa?" Aku belum tau jawabannya.

Hampir bisa dibilang aku adalah tipe orang yang pelit kalau soal uang, terlebih uang tabungan. Waktu itu prinsipku adalah "Uang tabungan nggak boleh diutak-atik untuk keperluan apapun. Pure saving untuk kebutuhan masa depan." Padahal, kapan sih masa depan itu? Iya, masa depan kan masa sekarang dari masa lalu. Aku menabung di masa lalu untuk masa depan yang mana adalah masa sekarang yang sedang aku jalani. Paham, nggak?

Lagi, melihat tumpukan uang yang memang belum seberapa jumlahnya sering bikin aku bingung. Selain aku belum punya rekening tabungan, aku orangnya "sayang" sama duit bagus. Pokoknya duit yang masih mulus itu nggak boleh dipake buat beli. Aku ingat banget pas ponselku rusak akhir tahun lalu. Mau nggak mau aku harus beli ponsel baru demi mobilitas dan komunikasi yang lancar. Dan alasan teranehku adalah "Duh, sayang banget sih duit yang bagus buat beli HP." Rasanya enggak rela gitu, tapi ya harus rela. Kayak pas kamu ngilang dari hidupku. *eh.

Baru akhir-akhir ini aku berpikir buat bikin rekening tabungan baru demi menyelamatkan uang-uang yang aku punya itu. Iya, kalo aku sempet jadi linglung gara-gara nggak tau lagi mau ngapain sama itu duit, aku kepikiran mau ngebiarin itu duir seolah-olah duit itu nggak ada. Tapi ekstremnya sempet mau bakar duit. Astagfirullah, pikiran gila macam apa itu? Padahal nyari duit susah. Aku kudu kerja part time sekian lama buat ngumpulin duit. Butuh nyari job buat blog berapa kali buat dapetin duit. Gelo maneh mah, Tiw!

Nah, untuk kewarasan diri sendiri, aku sudah beranjak ke sebuah bank di kota rantauan. Ya itu tadi, untuk menyelamatkan uangku dari siluman jahat di kepalaku. Tapi... aku ditolak sama pihak bank. Bukan, bukan karena aku nggak punya duit buat bayar administrasi, tapi membuat rekening baru itu harus sesuai domisili di KTP. Iya, KTP-ku kan Bogor. Baiklah, aku menyerah. Padahal inginku ketika pulang ke rumah aku sudah punya tabungan. Sedih juga sih "ditolak" begitu.

Well, proses pencarian untuk membuka rekening tabungan juga terbilang lama. Sama kayak proses ketemu kamu. Iya, kamu. Bermodal pelajaran agama sewaktu SMA yang membahas warisan dan pembagian harta secara syariah belum cukup membuatku mantap untuk membuka rekening di bank berbasis syariah. Kenapa? Nggak tau deh, padahal kayaknya sama aja.

Bentar aku googling dulu, ya...

Jadi, berdasarkan apa yang aku baca tadi... Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah lama mengeluarkan sistem keuangan dan perbankan syariah. Di pikiranku tetep nggak jauh-jauh dari kata 'syariah' itu sendiri yang merujuk pada sistem keuangan berdasarkan hukum Islam. Nah, hukum Islam ini memang melarang adanya riba (bunga pinjaman) dalam suatu pinjaman uang yang dilakukan oleh bank/penyedia jasa keuangan lainnya. Well, banyak yang tau lah ya kalau meminjam uang ke bank itu pasti selalu ada bunga sepersekian persen ketika membayar cicilannya.

Ya, meskipun bunga bank itu terlihat sedikit, tapi tetep aja bikin si peminjam harus memikirkan jumlah 'bunga' yang harus dibayarkannya. Mungkin ini alasan kenapa akhirnya keuangan syariah berdiri. Supaya ada tonggak keadilan dan memberikan keuntungan pada kedua belah pihak. Hehehe.

Keuangan syariah ini ternyata nggak cuma soal perbankan, tapi sudah merambah pada ranah Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, reksadana syariah, sampai pembiayaan pensiunan secara syariah.

Adapun prinsip-prinsip dari Lembaga Keuangan Syariah adalah:
1. Keadilan, yang dimaksudkan untuk berbagi keuntungan untuk kedua belah pihak. Misalnya antara nasabah dan bank.

2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;

3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;

4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Kalo soal penyedia jasa keuangan syariah pun sekarang sudah banyak. Aku melihatnya sih keuangan syariah ini bikin kita mudah untuk bertransaksi dan tentunya sesuai dengan hukum Islam. Jadi nggak khawatir lagi dengan suku bunga yang bisa mencekik itu.

Dah ah segitu aja. Curhat mulu. Hahaha.

Purwokerto, panas bener ini siang.
6 Juni 2017. 11:22

Post a Comment

0 Comments