Melawan Hoax di Media

Sumber: wise-owl-marketing.com (dengan editan pribadi)

"Gue kemaren abis jalan-jalan dari kota X, lho."

"Alah, no pic = hoax!"

"Gak percayaan banget sama gue sih!"
---


Sering dong denger percakapan kayak gitu? Ya, saya sih sering banget. Kadang kesel nggak sih kalau dibilang kayak gitu? Seakan-akan kita tuh pembohong besar yang kalau mau pamer sesuatu harus ada buktinya dulu supaya orang-orang percaya.

Kalau kejadian sehari-hari aja bisa kayak gitu, gimana sama sumber informasi yang selama inu kita dapat? Televisi, radio, surat kabar, bahkan internet sekalipun. Apakah sumbernya jelas? Apakah bukti konkretnya ada? Tunggu deh, karena kali ini saya mau bahas soal 'HOAX', mungkin saya juga harus berpikir kapan terakhir kali saya ngikutin berita-berita terkini di media.

Dulu saya nggak tau apa itu hoax. Berasal dari bahasa mana juga saya bodo amat. Cuma kayaknya kata-kata itu jadi tren di kalangan anak muda dan sekarang sudah merambah kemana-mana. Kalau asumsi saya, hoax itu semacam omdo (omong doang) yang isinya asal bunyi dan nggak ada buktinya. Nah, ternyata saya juga baru tau kalau hoax itu berasal dari bahasa inggris yang artinya tipuan, menipu, berita bohong, dsb. Jelas, kan kalau dilihat dari artinya?

Kalau dikaitkan sama informasi yang ada saat ini mungkin hoax udah lama terjadi dimana-mana. Banyak, banyak banget malah, informasi yang isinya enggak jelas sumbernya, nggak valid, dan entah siapa yang menyebarkannya. Saya nggak heran sih, sebab betapa mudahnya menyebarkan informasi seperti jaman sekarang. Tinggal klik share, kemudian selesai. Informasi yang tidak jelas, semakin tidak jelas dan sulit ditelusuri sumber utama penyebarnya karena saking banyak yang share.

Generasi yang asal comot
Banyak beredarnya berita dengan judul yang fantastis memang menarik perhatian. Iya, saya juga pernah baca kalau judul sebuah tulisan bisa jadi daya tarik yang kuat buat pembaca. Nggak cuma informasi lho ya, bahkan judul buku  pun demikian. Saya sendiri mengakui kalau saya juga tipe orang yang mudah tertarik dengan judul-judul semacam itu. Tapi kembali lagi, apakah judul itu sesuai dengan isi informasinya?

Seperti yang saya bilang tadi, banyak banget informasi yang berbeda jauh antara judul dan isinya. Setelah membaca isinya, apakah kita merasa tertipu? Well, banyak orang (termasuk saya) yang kalau merasa tertipu atas suatu berita bakalan diem aja. Paling cuma "oh beritanya bohong". Ada yang langsung mencari sumber valid dari berita-berita lain, tipe orang seperti ini mungkin bagus karena tidak langsung percaya. Tapi ada juga yang ketika selesai baca, walaupun tau itu hoax, dia akan share dengan menambahkan kalimat "Hoax nih!", risikonya postingan tersebut kemungkinan bisa jadi viral.

Nah, hal kayak gitu tentunya sangat disayangkan kalau berlanjut terus. Sebagai pengguna media yang baik tentunya kita juga harus tau sikap apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.

1. Cari informasi tidak hanya dari satu sumber
Meskipun di luar sana banyak beredar berita-berita yang serupa, tapi kita harus pintar-pintar memilah. Kalau bisa baca berita lebih dari satu sumber. Kenapa? Supaya kita bisa tahu sudut pandang berita dari berbagai media. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa portal media informasi juga melakukan keberpihakan pada pihak tertentu.

2.  Jangan asal share berita yang belum jelas
Ini nih yang bikin tangan gatel pengen klik share. Ada berita heboh dikit bawaannya pengen share juga. Biar apa sih? Kalau kata saya mah baca aja dulu dan balik ke poin satu. Kalau memang informasi yang kita dapat sudah jelas valid, baru bisa share. Jangan gegabah lah.

3.  Buka mata, buka telinga, buka buku!
Jaman sekarang susah kalau mau cari informasi yang bener tanpa hoax. Banyak sih, tapi ya rata-rata sudah ditambah asumsi sana -sini. Udah kayak kain tambal tumpang-tindih. Kalau sudah begini, individunya harus melek media, minimal ya belajar literasi media, supaya nggak gampang kemakan berita hoax. Pengetahuan kita soal media juga harus ditambah, lho. Salah satunya dengan baca buku.

Intinya jangan mudah percaya dan carilah referensi yang banyak!
---

Kalau dibilang bloger sebagai salah satu penyebar  informasi, itu benar. Karena segala konten yang ada di dalam blog tentunya berasal dari pemikiran dan pengalaman si empunya. Artikel blog tentu tidak serta merta bisa dipercaya begitu saja, sebab subjektivitas si pemilik pasti ada meskipun sedikit. Seperti yang saya lakukan juga ini hanya opini.

Mungkin ini adalah dosen saya selalu bilang kalau mahasiswa tidak boleh mengutip informasi yang ada di blog untuk sebuah karya tugas akhir.

Well, senetral apapun media, keberpihakan itu akan tetap ada. Meskipun mereka berpihak untuk tidak berpihak sekalipun.

Purwokerto, 14 Februari 2017.

Post a Comment

4 Comments

  1. Mungkin sebagian orang merasa perlu share karena takut dibilang pelit bu.. :-)
    Pada ujungnya kembali ke personal masing2, berani ber-internet harus berani terusik. Tinggal bagaimana memilah mana yang positif dan negatif. Semoga ke depan semakin tumbuh blogger2 yang mampu menciptakan dunia internet lebih positif.
    Ulasan yang menarik :-) @ge1212y

    ReplyDelete
  2. Buka mata, buka telinga, buka buku dan buka hati....

    ReplyDelete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?