Perjalanan: Gunung Argopuro, 3088 mdpl (Part 1)

Dear, my good readers. Kali ini aku akan bercerita soal perjalananku mengunjungi Gunung Argopuro. Ya, gunung ini memang dikenal memiliki jalur terpanjang se-Jawa. Bukan hal yang mudah bagiku untuk melakukan perjalanan ini. Padahal biasanya gunung didaki hanya dalam waktu 3 hari bahkan ada yang hanya satu hari. Coba bayangkan bagaimana perjalanan ini menjadi suatu pengalaman baru bagiku dengan label “jalur terpanjang”  yang sempat membuatku ingin mundur dari rencana perjalanan ini. Perjalananku dimulai sejak hari itu…

Rabu, 29 Juli 2015.
Tepat pukul 05.00 kami, rombongan pendaki yang akan mengunjungi Gunung Argopuro sudah berada di stasiun Purwokerto. Ya, kami berangkat dari Purwokerto menggunakan kereta api Logawa pukul 05.30 dan sampai di Proboliggo sekitar pukul 6 sore. Anggota kami berjumlah 9 orang, 7 dari Purwokerto dan 2 menyusul dari Jogja. Tak ada yang luar biasa di sini, hanya saja aku sudah mampu memantapkan hati untuk melakukan perjalanan ini. Walaupun sebelumnya aku sempat ragu apakah aku bisa atau tidak.

Selanjutnya perlu kuceritakan bagaimana aktivitas kami di dalam kereta selama perjalnaan menuju Probolinggo. Aktivitas kami tak jauh dari tidur, melihat pemandangan, mengobrol, main hape, dan seterusnya.

Suasana di kereta

Kami sampai di stasiun Probolinggo lewat dari jadwal yang telah ditentukan, kemudian kami menaiki angkutan kota ke terminal Probolinggo. Di terminal kami menyempatkan diri untuk ishoma sembari menunggu bus yang akna mengantarkan kami ke Besuki datang. Perjalanan dari terminal Probolinggo ke Besuki kurang lebih 2 jam, tapi kami yang cukup kelelahan dan kebosanan di kereta lebih memilih untuk tidur.

Sampai di alun-alun Besuki, banyak yang menawarkan kami untuk diantar ke basecamp Baderan, namun kami memilih untuk bermalam di Masjid dekat pasar Seninan. Fyi, jalan dari alun-alun Besuki menuju masjid tersebut bisa dibilang lumayan. Maka, pukul 10 malam itu kami berjalan hingga ke masjid dan beristirahat di sana.

Istirahat di masjid seninan

Kamis, 30 Juli 2015.
Terbangun di masjid tentu kami tak melewatkan sholat subuh berjamaah. Setelah itu kamis bersiap-siap, bongkar packing, dan sebagainya. Tepat pukul 6 pagi kami berangkat dengan mobil angkutan warga. Awalnya aku berpikir bahwa mobil ini akan mengantar kami langsung ke basecamp Baderan, tapi ternyata pak supir tetap membiarkan penumpang yang akan ke pasar naik. Pada akhirnya kami seperti naik angkutan umum biasa.



Sampai di basecamp Baderan sekitar pukul 7.30. setelah itu kami melakukan simaksi dan pengumpulan data dengan membayar Rp 110.000,- perorang. Harga yang cukup mahal memang. Bapak pengelolanya bilang harga tersebut memang mahal dikarenakan Gunung Argopuro termasuk suaka margasatwa, sehingga harganya pasti berbeda dengan taman nasional.

Ngitung duit dulu~

Setelah foto di depan basecamp, tepat pukul 9 pagi kami berangkat. Kali ini kami tidak hanya bersembilan, melainkan bersama dengan 2 orang tambahan dari Jakarta yang awalnya berniat mendaki hanua berdua, akhirnya mereka kami ajak bergabung saja. Aku sendiri belum kepikiran bagaimana jika mendaki gunung hanya berdua. (Kalo sama kamu sih mau hahaha).

Dari kiri ke kanan: Erwin, Fita, Edo, Denden, Wisnu,
Megumi, Tiwi, Oky, Cecil, Dhani, Surya.


Jalur pendakian awal masih daerah ladang warga, diperkirakan untuk sampai ke pos Mata Air I sekitar 5 jam perjalanan. Baiklah, aku berpikir akan bisa melewati ini dengan mudah karena membayangkan bahwa jalur yang akan kami lewati tidak begitu curam menanjak, landai-landai saja.

Hari itu sungguh sangat panas. Daerah Jawa bagian timur ini menyebabkan matahari sudah sangat terik walaupun baru pukul 10 siang. Demikian nafasku mulai sedikit-sedikit ditambah jalanan yang kering berdebu, membuat sesak. Aku hampir kelelahan, padahal masih belum sampai di mana pun. Rasanya sudah ingin berhenti saja di situ dan turun ke basecamp, tapi memang ada keinginan kuat untuk melanjutkan, meski akhirnya jalanku berhenti setia 3-5 langkah.

Pendaki argopuro hari itu tak hanya rombongan kami, namun ada beberapa rombongan lain yang jalannya super cepat. Ampun deh, aku bener-bener nggak bisa membayangkan kenapa mereka bisa jalan begitu cepat? Hingga muncullah celetukan, “Mereka itu pendaki, kalo kita sih jalan-jalan aja.” Hahaha.

Sekitar pukul 1 siang kami beristirahat lebih lama sekaligus makan siang. Dua pendaki asal Jakarta yang tadi bersama kami masih tertinggal di belakang. Penasaran membuat kami lagi-lagi bertanya pada warga yang lewat tentang pos mata air I. Hasilnya meereka menjawab masih sekitar 2 jam-an lagi. Kesimpulan kami, waktu selama itu berarti dua kali lipatnya melihat cara berjalan kami yang amat santai dan banyak berhenti.



Jalur pendakiannya memang landai, tapi membuat lelah. Sungguh setiap ada tanjakan, aku selalu ingin menyudahi perjalanan ini, tapi entah mengapa aku tetap melangkahkan kaki. Kembali ke niat dan tujuan awal mungkin. Setelah berjalan lebih dari dua jam, kami mulai resah dan mengiyakan bahwa dua jam yang dikatakan oleh warga memang dua kali lipatnya untuk kami. 

Beberapa dari kami memutuskan untuk istirahat lagi, membuat kopi dan minuman lainnya. Sedangkan sisanya memilih melanjutkan perjalanan. Sore itu sudah pukul 15.30, dan keajaiban muncul. Kami yang berjalan terlebih dahulu sudah mendengar suara keramaian. Dari keramaian tersebut memanggil kami dan mengatakan bahwa kami sudah sampai di pos Mata Air I. Alhamdulillah! Ternyata jaraknya sangat dekat dengan tempat istirahat kami yang sebelumnya. Kami sampai tepat jam 4 sore di pos Mata Air I.

To be continued.

Selanjutnya di Perjalanan Gunung Argopuro Part 2

Post a Comment

0 Comments