It's About Travelling: Pangandaran Beach

Aloha! Kali ini saya mau bercerita tentang perjalanan saya di tanggal 11-12 April 2015. Destinasi kali ini adalah Pantai Pangandaran.

11 April 2015, 08.00
Pukul 8 pagi saya sudah beranjak dari rumah kost menuju Terminal Purwokerto. Hal pertama yang harus saya lakukan adalah berangkat lebih dulu dari jadwal bus yang akan saya naiki. Seseorang di terminal yang saya hubungi sebelumnya bilang bahwa bus akan berangkat pukul 9 pagi, maka sebisa mungkin saya berangkat sebelum jamnya agar tidak ketinggalan. Namun, ini Indonesia, maka jam 9 adalah jam ketibaan bus, bukan waktu berangkat. Kenyataannya bus berangkat pukul 10, karena masih harus menunggu penumpang. Saya sendiri baru mengetahui bahwa hari Sabtu itu tidak banyak orang yang akan pergi ke daerah Pangandaran.

Tepat pukul 10, bus Budiman jurusan Purwokerto-Pangandaran melaju. Meskipun ini masih di Purwokerto, di dalam bus berisi orang-orang yang sebagian berbicara bahasa sunda. Saya langsung merasa seperti di daerah Jawa Barat. Hahaha. Ini perjalanan pertama saya yang menuju daerah barat, seorang diri, selain pulang ke Bogor tentunya. Siang itu sungguh panas, buku yang saya baca separuhnya sudah habis sejak satu jam sebelum bus berangkat, jadilah saya hanya mendengarkan musik, kemudian tertidur. Tidak ada yang istimewa, tapi hari itu saya siapkan untuk yang istimewa.

"Nanti kalo udah sampe kalipucang, kabarin ya." Itu salah satu pesan dari teman saya yang akan menjemput. Ya, saya datang ke sana selalu punya tujuan, terutama orang yang dikenal. Setidaknya saya masih punya orang yang bisa untuk "direpotkan" ketika sesuatu terjadi pada saya.

Pukul 2 lebih sedikit, saya tiba di terminal Pangandaran. Terminalnya tidak sebesar terminal Purwokerto. Dan ya... Saya akhirnya bertemu dengan teman saya, beserta ibunya dan anak muridnya.

Kami berempat segera menuju penginapan yang tak jauh dari pantai barat Pangandaran. Dinana penginapan ini milik temannya teman saya itu. Sehingga saya bisa dapat "harga temen". Ya, lokasi itu memang banyak dibuat penginapan melihat potensi pariwisata pantai Pangandaran yang cukup terkenal. Dan kebetulan hari itu sedang ada acara motorbike, acara show motor gede.

Siang hari itu sungguh terik. Daerah pantai apalagi. Akhirnya kami menunggu agak sore untuk berjalan-jalan ke pantai. Pukul 4 sore, matahari sudah lumayan sejuk, sehingga kami memutuskan untuk berjalan-jalan di Pantai Barat. Berharap untuk bisa lihat sunset, karena biasanya setiap sore hujan, katanya.

Pantai barat sore itu ramai. Sangat ramai. Bahkan saya agak terkejut juga dengan suasana pantai yang sedemikian padatnya. Tapi tak apalah, ibaratnya saya di sini untuk jalan-jalan. Meskipun ada tujuan utama yang saya lakukan. Hampir menjelang terbenam matahari, ternyata awan mendung tak menghendaki saya untuk melihat senja yang indah. Saya hanya dapat mendung dengan rintik hujan yang menyebalkan. Ah, baiklah. Karena saya suka hujan, jadi saya tidak terlalu kecewa tidak mendapat sunset seperti yang saya harapkan pada awalnya.

Matahari sudah hampir tenggelam. Gerimis mulai datang. Saya sudah puas dengan suara ombak yang cukup mengobati kerinduan saya pada laut. Akhirnya kami kembali ke penginapan dan berencana untuk keluar jalan-jalan nanti malam.

Sekitar pukul 7, saya merasa tak bisa melepaskan diri dari kasur, tapi hal itu tidak boleh dilanjutkan. Perjalanan tidak boleh dihabiskan hanya dengan bersantai di kamar penginapan. Keluarlah kami menuju tempat makan sekaligus menikmati malam minggu di kota ini. Saya cukup antusias, karena ini malam minggu pertama yang saya lakukan di luar kota. Biar saja kalau kalian bilang saya norak. Hahaha.

Cuaca di sana cukup aneh juga, perihal hujan lokal lebih tepatnya. Sepanjang jalan dari penginapan, jalanan kering kerontang. Namun keluar dari gang penginapan, gerimis menyambut. Halo, ini tidak ada 1 km dan area hujannya berbeda? Ah, saya tidak mengerti. Awalnya kami berniat untuk  menonton acara show motor gede, namun karena masalah hujan lokal yang aneh tadi, maka kami akhirnya memutuskan kembali ke penginapan (lagi dan menyimak pembahasan soal hukum keluarga di whatsapp KBI) dan dilanjutkan dengan tidur hingga subuh.

12 April 2015, 06.00
Pagi-pagi saya sudah berjalan menuju Pantai Timur Pangandaran yang harus ditempuh dengan berjalan kaki selama 15 menit. Sejujurnya, saya lebih suka pantai timur dibanding pantai barat. Pantai timur lebih menunjukkan suasana sepi dan nyaman untuk merenung. Hahaha. Sesampainya di sana, pantai timur masih bisa dibilang sepi, meskipun ada beberapa orang yang berkunjung di sana. Dan lagi-lagi hujan. Akhirnya kami mampir ke warung bubur ayam dekat pantai.

Sebelum hujan di Pantai Timur. (dok.pri)


Omong-omong soal bubur ayam, saya baru tahu kalau bubur ayam di sana tidak menggunakan kuah santan seperti yang biasa saya makan. Saya sempat berpikir apakah ibu penjualnya lupa memberikan kuah. Hahaha. Sembari menunggu hujan reda, saya mencoba menikmati rintik hujan dan mengamati beberapa penjaring ikan yang berusaha menarik jala dari bibir pantai. Dan.... mendung pun berlalu. Cerah!

Kami melanjutkan perjalanan menuju tempat pelelangan ikan. Ternyata sepi. Katanya, gara-gara hujan yang datang sehingga sulit untuk menjaring ikan. Kemudian kami menuju toko souvenir yang lagi-lagi adalah ibunya teman dari teman saya. Wow, lumayan bisa dapat diskon kalau beli souvenir. Hahaha. Dan perjalanan saya di akhiri hari itu setelah sebelumnya kami kembali lagi ke pantai barat yang ramainya luar biasa.

Pukul 11 siang saya check out dari penginapan. Ibu pemilik penginapan memberitahu saya bahwa mobil yang biasa langsung ke Purwokerto sudah tidak ada, mungkin harus nyambung ke Sidareja terlebih dahulu. Saya bilang oke. Sekalian mengenal rute, sih. Dan saya tiba di terminal pukul 11.30. Seseorang di sana bilang bahwa mobil menuju Cilacap ada jam 12. Waktu-waktu menunggu pun tiba.

Hampir pukul 1 siang, mobil menuju Cilacap baru tiba. Saya langsung berpamitan dengan teman saya dan ibunya. Sampai di dalam bus, saya (dengan kesoktahuan saya) bilang bahwa saya akan turun di Cilacap, padahal ibu pemilik penginapan bilang saya harus turun di Sidareja. Saya pikir Sidareja dan Cilacap itu dekat, nggak tahunya.... Jauhnya minta ampun.

Saya sampai di pemberhentian Sidareja, saya sudah diambang pintu hingga seorang bapak bertanya, "Mau kemana, Neng?". Saya jawab saja bahwa saya mau naik mobil jurusan Purwokerto.

Si bapak bilang lagi, "Kalo gitu minta uang kembalian sama kernetnya. Tadi bayar berapa?"

Saya jawab, "45 ribu, Pak."

Si bapak bilang, "Yaudah minta aja kembalian. Kalo cuma sampe sini sih paling 20ribu." Saya diam celingukan sambil mencari sosok si kernet dan berniat minta kembalian sampai si bapak itu bilang begini, "Atau nanti aja di Cilacap juga banyak kok mobil ke Purwokerto."

Dengan polos dan tanpa dosa karena saya memang tidak tahu, saya pun bertanya, "Emangnya masih jauh nggak, Pak, ke Cilacap?"

Di jawab, "Deket kok. Bentar lagi." Saya hanya ber-oh saja. Jadi saya kembali ke tempat duduk saya karena tak apalah sampai di cilacap, toh hanya sebentar lagi. Dan ternyata yang beliau katakan "dekat" itu adalah sejauh dua jam! Dua jam! Bayangkan, saya rugi dua jam! Seharusnya saya bisa sampai di Purwokerto jam 4 sore, tapi terlambat 2 jam. Ya Tuhaaan. Saya merasa bodoh dan tertipu. *mana nahan mules di jalan*

Pada akhirnya saya sampai di terminal Cilacap dan bapak yang tadi dengan polosnya menunjukkan pada saya mobil yang harus saya naiki. Sebenarnya saya juga tahu, jelas-jelas ada tulisan di atas mobilnya. Hih. Emosi deh. Dan kejadian menegangkan terjadi setelahnya.

Saya sudah duduk manis di dalam mobil yang akan menuju Purwokerto hingga seorang bapak duduk di kursi sebelah saya.

"Eh maaf, Bu," saya menoleh. "Eh, mbak." saya tersenyum. Ah, peduli amat. Saya langsung pasang earphone. Meskipun saya menyukai perjalanan, saya bukan tipe orang yang suka berbasa-basi dengan teman-duduk. Sebodo amat dia mau ngapain, bukan urusan saya, begitu pikir saya. Dan kejadian menegangkan terjadi saat kernet bus mendekati kursi kami untuk menagih ongkos.

"Ongkos dari Cilacap ke Purwokerto berapa biasanya?" si Bapak bertanya pada saya.

"Eh saya juga nggak tahu, Pak." jawab saya sopan.

"Oh kirain tahu. Yaudah pake ini aja." Beliau mengeluarkan uang seratus ribuan yang kemudian membayar ongkos untuk dua orang--saya dan dia. Saya tentu tidak mau dengan mudah menerimanya dong, meskipun bisa dibilang itu rezeki saya. Namun saya keukeuh ingin membayar sendiri, saya berikan uang ongkos saya kepada si Bapak, namun beliau malah bilang, "Udah buat ongkos kamu ke kos-kosan." Oh, baiklah. Saya pada akhirnya berterima kasih untuk ongkosnya.

Dan.... Kejadian menegangkan dimulai sejak beliau mulai bertanya-tanya tentang saya. Sebagai orang yang sudah dibayari saya tidak seharusnya berpikiran suudzon terhadap bapak ini. Tapi apa daya, saya perempuan, muda, dan sendirian melakukan perjalanan tentu harus tetap waspada. Terlebih beliau tanpa alasan membayari saya. Juga memang sih, mungkin alasan beliau bertanya pada saya hanya untuk berbasa-basi layaknya orang yang bertemu dalam sebuah perjalanan. Namun, pikiran saya mengacu pada ketakutan apabila beliau ingin menculik saya dengan iming-iming kebaikan di awal. Iya, mungkin saya suudzon terlalu jauh, tapi ini bentuk kewaspadaan.

Beliau bertanya tentang saya berasal dari mana, keluarga saya dimana, ayah saya bekerja apa, lahir dimana, dan berbagai pertanyaan yang terlihat untuk mengorek informasi tentang identitas saya. Tentu saya sempat curiga, terlebih beliau berulang kali terlihat mengetik sms. Kewaspadaan saya meningkat seiring dengan kecurigaan saya bahwa beliau sedang berusaha memberitahu rekannya bahwa mereka mendapat korban baru. *huft*. Belum lagi gadis yang duduk di belakang saya pun terdengar sedang menjelaskan perihal dirinya kepada seorang bapak yang duduk di sebelahnya. Makin-makinlah saya curiga bahwa mereka--bapak-bapak itu--adalah komplotan penculik gadis muda.

Saya semakin ingin cepat sampai di terminal. Dan ada dua kalimat yang beliau katakan pada saya sebelum sampai, "Kamu ini sebenernya lugu." saya diam. "Ya, lugu aja." saya merinding, takut. "Nanti kalau saya nyasar di Purwokerto, saya cari kamu ya." saya makin merinding. Allahu. Saya benar-benar mau diculikkah?

Pada akhirnya saya terbebas. Semoga bapak itu hanya orang baik biasa yang menolong saya tanpa maksud jahat tertentu. Maaf apabila saya suuzon. Semoga kita tidak bertemu lagi. Saya takut. Aamiin.

Perjalanan saya diakhiri dengan surprise dari teman-teman kos untuk perayaan ulang tahun saya yang ke-20. Terima kasih.

Surprise! (dok.pri)


Cileungsi, 25 April 2015. 22:15.

Post a Comment

0 Comments