[BOOK REVIEW] 1984 by George Orwell #MBRCKBI2015



Judul: 1984
Pengarang: George Orwell
Penerjemah: Landung Simatupang
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN: 978-602-291-003-9
Tahun Terbit: Februari, 2014.
Tebal Buku: viii + 392 hlm.


BLURB

Sepanjang hidupnya, Winston berusaha menjadi warga negara yang baik dengan mematuhi setiap aturan Parta meski jauh di dalam hati dan pikirannyabersemayam antipati terhadap kediktatoran yang ada di negaranya. Walaupun begitu, Winston tidak berani melakukan perlawanan secara terbuka.

Tidak mengherankan, karena Polisi Pikiran, teleskrin, dan mikrofon tersembunyi membuat privasi hanya serupa fantasi. Bahkan, sejarah ditulis ulang sesuai kehendak Partai. Negara berkuasa mutlak atas rakyatnya. Yang berbeda atau bertentangan akan segera diuapkan.

1984 merupakan satire tajam, menyajikan gambaran tentang luluhnya kehidupan masyarakat totalitarian masa depan yang di dalamnya setiap gerak warga dipelajari, setiap kata yang terucap disadap, dan setiap pikiran dikendalikan. Hingga kini, 1984 merupakan karya penting Orwell yang mengantarkannya ke puncak kemasyuran.
---

Secara keseluruhan buku ini menceritakan tentang kekuasaan partai. Dimana Winston adalah salah satu anggota partai yang sempat ingin memberontak karena partai dinilai terlalu berkuasa kepada rakyatnya hingga ke dalam kehidupan pribadinya sekalipun. Latar belakang cerita dalam buku ini tertulis pada tahun 1984. Meski partai menjadi totaliter, namun rakyat tetap mencintai partai dan Bung Besar.
Big Brother is watching you!
Kalimat itu muncul hampir selalu di bagian bab, yang mana menunjukkan bahwa segala aktivitas rakyat (dari mulai bangun tidur hingga saat tidur pun) diawasi oleh sebuah teleskrin. Hal itu mengartikan bahwa mereka memang benar-benar diawasi oleh pihak partai. Bahwa suatu "kejahatan" yang tidak disadari atau terucap dalam tidur pun menjadi sebuah kejahatan. Adalah Polisi Pikiran yang tugasnya menjaring atau menangkap orang-orang yang mempunya pikiran jahat. Bayangkan saja bagaimana kebebasan adalah hal yang mustahil di Oceania. Jangankan bertindak kejahatan, berpikir untuk kejahatan yang tidak disengaja saja bisa langsung ditangkap oleh Polisi Pikiran. Mungkin soal kalimat "Big Brother is watching you" juga mengarah pada cover buku yang bergambar mata.

Pada saat itu partai memiliki slogan yang berbunyi:

PERANG IALAH DAMAI
KEBEBASAN IALAH PERBUDAKAN
KEBODOHAN IALAH KEKUATAN

Slogan itu sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi. Kalimat yang kontradiksi tersebut memang terjadi di Oceania. Dimana perang hanya menjadi gertakan, agar seakan-akan partai memiliki kekuatan untuk membuat rakyat tetap tunduk dan memberitahu bahwa diluar sana tidak aman. Juga tentang kebebasan adalah perbudakan, yang mana bila perbudakan terus ada maka partai akan lebih berkuasa. Jika sendirian--bebas--manusia selalu kalah. (p. 326).

Di Oceania hukum tidak ada. Pikiran dan tindakan yang jika kedapatan akan berarti maut, secara resmi tidaklah dilarang; dan pembersihan, penangkapan, penyiksaan, pemenjaraan, serta penguapan yang tak ada habisnya bukanlah hukuman atas kejahatan yang sungguh-sungguh telah dilakukan, melainkan semata-mata upaya menghapus orang-orang yang barangkali akan melakukan kejahatan kapan-kapan pada masa depan. (p. 261)
Dari kalimat tersebut dapat disimpulkan bahwa memang partai sangat kuat dan tak ada yang menandingi. Terlihat pada bagian dimana Winston yang sempat membenci Bung Besar kemudian ditangkap dan dicuci otaknya hingga menjadi cinta kembali pada Bung Besar. Pikiran kejahatan yang terjadi pun sudah diatasi dengan membuat peralihan bahasa dari Oldspeak menjadi Newspeak. Dimana kata-kata dengan konotasi negatif bisa hampir dimusnahkan. Atau kata-kata yang masih satu rumpun dapat disatukan. Contohnya kata "baik", lawan katanya bukan "buruk" atau "jelek" melainkan "tak-baik" dalam bahasa Newspeak. Penyingkatan-penyingkatan itu digunakan agar mengurangi orang untuk berpikir tentang kejahatan. Karena itu tadi, teleskrin mampu membaca kita sampai ke dalam pikiran.

Di Oceania tentu memiliki berbagai tingkat masyarakat, yaitu Kelompok Tinggi, Kelompok Menengah, dan Kelompok Rendah (yang sering kali disebut Kaum Proletar atau Kaum Prol). Kelompok Tinggi adalah sekelompok yang memegang jabatan dan berusaha mempertahankan jabatannya. Kelompok Menengah adalah yang berusaha menjatuhkan dan merebut kekuasaan dari kelompok tinggi. Sedangkan kelompok rendah adalah alat yang digunakan kelompok menengah untuk merebut jabatan dari kelompok tinggi, namun setelah tujuannya tercapai, kelompok rendah akan menjadi kelompok rendah lagi.

Proletar, dalam praktik, tidak dibiarkan lulus ujian, lalu diwisuda menjadi anggota Partai. Yang paling berbakat di antara mereka, yang mungkin dapat menjadi nukleus ketidakpuasan, tinggal dicatat saja oleh Polisi Pikiran dan dilenyapkan. (p. 259).

Dalam buku ini juga sangat mencengangkan perihal pengubahan fakta-fakta terkait sejarah yang ada. Dimana Kementrian Kebenaran bertugas merevisi dan mengubah apapun yang mampu diubah demi menguntungkan Partai. Winston merupakan salah satu pekerja di Kenetrian Kebenaran ini.

Dapat diputarbalikannya masa silam adalah bagian terpenting dari Sosing (Sosialisme Inggris). Kejadian-kejadian silam, begitu argumentasinya, tidak mempunyai eksistensi objektif, melainkan hanya bertahan hidup dalam catatan tertulis dan ingatan manusia. Masa silam adalah apapun yang sesuai dengan aneka catatan serta ingatan itu. Dan, karena Partai mengendalikan sepenuhnya pikiran para anggota, masa silam ialah apapun yang ditentukan oleh Partai tentangnya. (p. 263).

Sudah sangat jelas bahwa kekuasaan Partai memang sangat kuat.  Pada intinya buku ini memang menceritakan bagaimana Partai membuat rakyatnya tunduk dan tidak tahu apapun soal dunia luar. Bagaimana pun mereka harus tetap cinta pada Bung Besar. Dimana seorang anak yang melaporkan orangtuanya atas tindak kejahatan adalah suatu yang membanggakan bagi orang tuanya sendiri karena anaknya dianggap telah memiliki sifat kepartaian dan berbakat menjadi mata-mata.
---

Sejujurnya review ini sungguh saya anggap kurang memadai. Saya sendiri masih belum begitu paham dengan hal-hal yang berhubungan dengan Partai, Sosialisme Inggris, perang, dan segala hal yang menyangkut sistem politik. Bagaimana pun, saya menjabarkan ini sesuai dengan apa yang saya tangkap dan saya mengerti.

Buku ini merupakan buku yang bagus meskipun di bab awal saya sempat roaming dan bosan mebghadapi kalimat-kalimat yang tidak saya mengerti, tetapi di pertengahan semua mulai seru. Conclusion dalam buku ini pun bisa dianggap baik karena ada celah dimana pembaca mampu memahami melalui penjelasan-penjelasan dalam dialog. Bicara ending, sungguh sangat mengejutkan betapa Winston kembali mencintai Bung Besar (setelah dicuci otaknya) tanpa harus memikirkan mengapa ia harus memberontak. Tidakkah kita berpikir bahwa kita masih punya kebebasan bersuara di negeri ini.

Mengenai Big Brother, sungguh saya pun baru mendengar ini. Melalui diskusi di grup Klub Buku Indonesia minggu lalu, saya mengetahui alasannya. Bahkan untuk Big Brother ini jujur saya baru mendengar ketika ada sebuah reality show di tv dimana aktivitas sekelompok orang dipantau oleh mereka yang disebut "Big Brother" dan orang-orang itu harus patuh pada perintahnya. Mungkin saja terinspirasi dari buku ini.

Well, buku 1984 pun sudah difilmkan. Ada kurang lebih 5 versi film yang diadaptasi dari buku ini dengan judul yang sama. Film pertamanya masih dalam versii monokrom, namun versi selanjutnya ada yang sudah berwarna.

Sekian review dari saya. Review ini diikutsertakan dalam Monthly Book Review Challenge Klub Buku Indonesia 2015.

Rate: 4/5.

Purwokerto, 4 April 2015. 15:54.






Post a Comment

0 Comments