Persimpangan

Untuk temanku yang sedang berada di persimpangan, antara berhenti atau melanjutkan, @eciiiiiw.

Halo, Ci. Apa kabar? Semoga selalu baik dan sejahtera. Sepeetinya rasa betah di kota rantauan sudah mulai melekat di hati, ya? Buktinya kamu masih setia di kota itu lebih lama, padahal yang lain sudah terbang kembali ke nyamannya rumah, termasuk aku. Semoga sih rasa cinta pada kota rantauan tidak bertahan hanya sekejap. Atau hanya menjadi pelipur karena ada tugas bertempur.

Hari ini aku mau berdiskusi tentang sebuah persinggahan. Anggaplah begitu. Layaknya hidup kita, dunia ini merupakan tempat persinggahan sebelum akhirnya masuk ke dunia yang kita sebut alam kubur. Aku bukan ingin membicarakan tentang kematian dan alam kubur, tapi aku ingin membicarakan sesuatu yang lebih sederhana yang sehari-hari kita lakukan. Iya, organisasi kampus. Hubungannya dengan persinggahan apa? Ah, aku memaknainya dengan sebuah ilustrasi perjalanan. Organisasi kampus merupakan tempat persinggahan, sebutlah ia warung atau supermarket atau toko swalayan yang mampu memberi kita bekal untuk perjalanan selanjutnya. Analogi yang aneh, ya? Tapi biar saja.

Ya, jadi semacam itu. Dengan bekal yang kita punya kita akan cukup punya kekuatan untum perjalanan selanjutnya. Tapi, bagaimana kalau kita singgah di warung tapi tidak membeli apa-apa? Duh, karena aku baru saja membaca buku dongeng, maka anggaplah itu sebuah warung ajaib yang mampu memberimu apapun yang kauminta. Iya, kamu harus minta atau paling tidak kamu berusaha mencarinya sendiri karena di dalam warung itu pasti susah tersedia macam-macam. Hahaha. Kok aku ngelantur sih.

Intinya, ketika kamu masuk di organisasi kampus kamu harus bisa menyerap apapun yang bisa kamu serap. Belajarlah menjadi sponge(bob) sejenak yang menyerap ilmu-ilmu yang berguna untuk kehidupanmu. Sebenarnya nggak hanya di kampus, tapi dimanapun. Setidaknya aku mengamati ini karena kamu dan aku punya tipikal yang sama perihal kenyamanan dalam organisasi. Well, seseorang berkata padaku begini, "Don't limit yourself for an excuse called comfortable". Jadi, yang membuat nyaman itu kita. Yang menentukan masa depan kita itu kita. So, jangan hanya karena kita tidak nyaman kemudian kita terlempar. Kita harus berusaha membuat tempat itu nyaman untuk kita. Setidaknya kita punya effort untuk membuktikan bahwa kita punya potensi.

Hahaha. Aku bicara begini gampang sekali, padahal sulit melakukannya. Tapi aku banyak belajar bahwa lari dari problem semacam kenyamanan memang tidak selalu menyelesaikan karena pada akhirnya kita dituntut untuk bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita mulai. So, untukmu yang masih bingung antara melanjutkan atau berhenti, aku sarankan untuk lanjut. Kamu belum sepenuhnya mengeksplor diri kamu di sana. Jangan sia-siakan ruang yang ada. Semoga sukses. Jangan sungkan untuk bercerita padaku, ya!

Tertanda,
Temanmu yang sedang berusaha untuk nyaman (dengan dirinya sendiri).

Cileungsi, 11 Februari 2015. 01:20.

Post a Comment

2 Comments

  1. Sedikit menghilangkan penat dengan tumpukan aksara yang tersusun rapi dalam suratmu :)

    ReplyDelete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?