Macet? Makanya Naik Transportasi Umum Aja

Sumber gambar: tempo.co

Tinggal di Jakarta memang nggak pernah mudah. Kota dengan banyak sekali problem dan akselerasi teknologi ini menuntut setiap manusia untuk menjadi orang-orang yang sibuk dan bergerak serba cepat. Banyaknya tuntutan mobilitas kemudian menimbulkan keluhan tentang betapa macetnya Ibu kota negara ini, setiap hari. Di televisi, di koran, di berita online, di jalanan, hingga di pasar kita mendengar keluhan macet ini bahkan hingga merasakannya sendiri.


Macet kini menjadi sebuah alasan wajar dan sebuah pemakluman ketika kita janjian dengan seseorang. “Maaf ya telat, macet nih.” Kira-kira seperti itulah jawaban seseorang yang datang terlambat dengan alasan klise yang sudah sering kita dengar. Macet yang terus-menerus menghambat produktivitas kita. Misalnya kita punya jadwal ketemu jam 5 sore, ternyata macet dan kita sampai di tujuan jam setengah 6 sore. Dengan begini secara jelas 30 menit waktu yang seharusnya dapat kita pergunakan untuk pekerjaan kita malah jadi 30 menit yang membosankan untuk menunggu keluar dari kemacetan yang melanda. Bagus kalau 30 menit diisi dengan hal-hal positif, terkadang macet yang berlebih malah membuat kita mengumpat sepanjang jalan.

Kemacetan Jakarta tidak jarang membuat perasaan kita memburuk. Macet yang terlalu lama bahkan bisa menyebabkan seseorang lebih mudah emosi. Emosi yang timbul ini karena ada hal-hal yang tidak sesuai dengan yang direncanakan karena macet seringkali tak terduga keberadaannya. Emosi karena macet yang terlalu lama akan sangat berdampak pada kesehatan kita. Beberapa penyakit yang berpotensi kita rasakan karena emosi saat macet adalah sebagai berikut:

Sakit kepala
Jangan heran jika tiba-tiba sakit kepala muncul saat emosi meluap. Otot-otot yang tegang dan juga perubahan signifikan yang terjadi di otak saat emosi meluap bisa menjadi pemicu sakit kepala.

Rasa cemas
Rasa cemas maupun gelisah adalah efek samping yang paling umum terjadi saat emosi tidak terkontrol. Tingginya kadar kortisol dalam tubuh saat emosi seperti itu membuat kita mudah cemas.

Masalah pencernaan
Efek dari emosi terus-menerus ternyata sampai menganggu sistem pencernaan. Mengapa? Hal ini disebabkan, karena sistem tubuh akan berhenti seketika saat sedang marah. 

Tekanan darah tinggi
Saat emosi meluap-luap, tubuh menjadi tegang, sehingga bisa memicu tekanan darah tinggi. Dampak tekanan darah tinggi bisa berujung pada penyakit stroke.

Depresi
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa orang-orang yang sering memburuk emosinya, dalam jangka panjang akan berisiko mengalami depresi. Untuk itu, kelolalah emosi dengan baik.

Serangan jantung
Serangan jantung kerap terjadi ketika seseorang terlalu tinggi emosinya. Berdasarkan penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam The European Heart Journal Acute Cardiovascular Care, orang yang emosian secara intens akan meningkatkan risiko sampai 8,5 kali terkena serangan jantung.

Bahaya? Tentu saja. Hal seperti inilah yang kemudian menyebabkan pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengurangi kemacetan. Mulai dari pembenahan transportasi umum hingga rekayasa lalu-lintas. Pak Bambang Prihartono, Kepala BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) Kementerian Perhubungan, pernah mengatakan bahwa jika lalu-lintas dapat berjalan dengan lancar, maka masyarakat kita akan tumbuh lebih baik, macet berkurang, dan lingkungan lebih sehat. Hal ini terbukti saat rekayasa ganjil-genap seharian diberlakukan, data dari BPTJ menunjukkan bahwa polutan berkurang, dan jalanan lebih lancar.

Keberadaan solusi dari pemerintah tentu sudah sangat baik, namun tingkat keberhasilannya akan sangat kecil apabila tidak didukung oleh masyarakatnya sendiri. Kita sebagai pengguna transportasi juga perlu melakukan hal yang dapat membantu mengurangi kemacetan. Hal termudah yang dapat kita lakukan adalah dengan beralih moda transportasi. Dari menggunakan transportasi pribadi menjadi kendaraan umum. Tentu ini akan terasa sulit awalnya, apalagi sudah terlanjur nyaman naik kendaraan pribadi. Tapi bukankah perubahan untuk hal yang baik itu memang tidak pernah mudah? Kayak anak SMA yang terpaksa putus pacaran demi mendapat hasil ujian yang bagus menjelang UN. Jiaaaah. Hehehe.

Intinya kita perlu hal baru. Kita perlu berubah. Kita perlu berbuat sesuatu. Kita perlu menjadikan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang memberikan cerminan bahwa Indonesia adalah negara yang rapi, bukan Negara yang semrawut. Kita perlu menjadikan Jakarta sebagai tempat yang menyenangkan untuk tinggal, bukan menjadi tempat yang membuat kita tua di jalan. Setuju kan? Ya udah, kalau setuju kita pindah moda transportasi bareng-bareng yuk. Tapi cukup moda transportasinya yang berubah, hati kamu jangan. Hehehe.

Post a Comment

0 Comments