Perjalanan Berdua, Ibu, dan Ponsel Baru



Tahun 2018 menjadi tahun pertama saya melakukan perjalanan selama kurang lebih 6 jam bersama ibu saya. Hari itu kami pergi ke kota kelahiran saya sekaligus tempat dibesarkannya ibu saya. Kami akan menghadiri undangan pernikahan dari sepupu saya. Bisa dibilang, ini memang perjalanan jauh pertama yang saya lakukan bersama ibu saya setelah saya dewasa. Sebab, biasanya kami akan pergi sekeluarga atau minimal mengajak adik-adik saya turut serta.

Perjalanan ini menjadi momen terbaik saya bersama ibu. Ketika kereta mulai berjalan pikiran saya terbang ke suatu momen lainnya...

"Mbak pesen tiket kereta aja. Mama mau naik kereta. Udah lama nggak naik kereta," kata ibu saya.

Saya mengiyakan keinginan beliau. Memesankan tiket kereta secara online agar lebih mudah. Berkali-kali ibu saya bertanya apakah kondisi kereta saat ini masih sama seperti dulu? Kereta ekonomi yang biasa kami naiki dulu memang sungguh "ramai" bahkan nyaris semrawut karena penumpang harus "berbagi" dengan pedagang yang lalu lalang di dalam gerbong. Tak hanya itu, ibu saya juga mempertanyakan perihal bagaimana sistem pembelian tiket kereta—yang dianggapnya sulit karena harus cetak tiket mandiri di stasiun.

"Ah, nanti mama nggak bisa, Mbak. Kalo pulang sendiri nanti bingung. Makanya sama kamu aja." Ibu saya tampak agak bersedih entah karena saya hanya menjawabnya seperti angin lalu atau karena tidak paham bahwa teknologi sekarang menyulitkan generasi tua.

"Ya, kan nanti mama bisa nanya ke petugasnya. Bilang aja mau cetak tiket," saya berusaha menjelaskan dengan sesederhana mungkin dan membuatnya tidak khawatir dengan perubahan sistem semacam ini.

"Ya, pokoknya nanti Mama diajarin caranya," katanya lagi. Saya hanya mengiyakan lagi.

Ibu saya memang bukan seperti ibu-ibu lainnya yang gemar swafoto dan asik mengobrol di aplikasi perpesanan online seperti ibu-ibu gaul lainnya. Ibu saya hanya tahu SMS dan telepon di ponsel jadulnya—ponsel berbentuk kecil dan memiliki kamera kualitas VGA yang bahkan jarang digunakan. Bukan tidak mau belajar, tapi menurut beliau smartphone masa kini terlalu banyak fitur yang tidak mudah dimengerti. Sehingga ibu saya memilih bertahan dengan ponsel jadulnya dibanding beralih pada smartphone, yang penting beliau masih bisa menghubungi suami dan anak-anaknya melalui SMS dan telepon. Tidak perlu neko-neko.

Namun, ada kalanya ibu saya terlihat malu di depan orang lain perihal ponsel jadulnya. Pertama kali saya dengar ketika beliau menghadiri rapat orangtua murid di sekolah adik saya. Pulang-pulang beliau langsung bilang kepada saya untuk minta diajarkan memakai smartphone. Saya tanya kenapa dan alasannya cukup bikin saya miris hati.

"Mama malu, Mbak. Ibu-ibu lain pada pake hape bagus. Foto-fotoin anaknya, selfie. Mama hapenya jelek sendiri. Hape jadul," tuturnya kala itu.

Hal itu pun terulang ketika saya berada dalam perjalanan kereta hanya berdua dengan beliau. Seorang ibu yang duduk di kursi depan kami asik memainkan ponsel pintarnya, sedangkan ibu saya memilih mengetik pesan dengan ponsel berada di dalam tas. Aih, saya merasa semakin tak tega saja melihat ibu saya. 

Saya kemudian memandangi ponsel baru saya dengan perasaan getir. Ponsel lama saya memang diniatkan akan saya berikan kepada ibu saya, tapi kondisinya memang agak merepotkan untuk bagian baterai. Tapi ibu saya malah senang sekali ketika tahu ponsel lama saya akan diberikan kepadanya. Cuma hati saya yang tidak tega. Niat untuk membelikan ibu saya ponsel baru sudah ada, tapi gaji bulanan saya nyatanya selalu habis untuk keperluan pribadi. Poor me :(

Selfie di kereta

Nah, selama 6 jam di kereta—selain tidur—akhirnya saya mengajak ibu saya swafoto bersama dengan ponsel saya. Dan sejujurnya kalau boleh memilih saya mau membelikan ibu saya smartphone baru seperti Huawei Nova 3i. Semoga segera ada dananya.

Kenapa harus Huawei Nova 3i?

Desain yang keren
Huawei Nova 3i punya desain body yang keren banget. Saya yakin ibu saya nggak bakalan takut untuk menggunakannya di depan umum. Warnanya yang kece pasti bikin ibu saya jadi makin merasa gaul kalau harus memotret pada momen-momen tertentu. Misalnya jalan-jalan atau menghadiri acara keluarga ataupun datang rapat di sekolah seperti waktu itu.

Sumber: www.instagram.com/huaweimobileid


Punya fitur AI yang memudahkan
Dikarenakan ibu saya belum mahir menggunakan kamera ponsel dan tidak begitu paham tentang fotografi, tentunya saya ingin menghadiahi beliau dengan ponsel yang punya kamera supermudah untuk digunakan. Fitur AI di Huawei Nova 3i ini seperti memiliki kecerdasan buatan yang bisa digunakan untuk mengambil foto yang bagus tanpa repot atur-atur. Tinggal jepret langsung jadi.

Storage 128 GB yang paling besar di antara smartphone lainnya.
Wah kalo ini sih bakalan jadi keuntungan buat saya dan adik-adik saya di rumah. Sebab, kapasitas penyimpanan yang besar tentunya akan bermanfaat untum menyimpan berbagai macam file termasuk foto yang seabrek-abrek. Jadi, saya juga nggak perlu repot memindahkan foto-foto ke laptop seusai jalan-jalan. Foto-fotonya tetap bisa nangkring di ponsel karena kapasitasnya besaaaaaar banget! Apalagi cuma buat nyimpen file tiket kereta, ah cincai~

GPU Turbo yang mendukung aktivitas gaming
Nah ini juga bakalan jadi salah satu fitur yang menguntungkan buat saya. Game-game yang ringan maupun berat bakalan lancar dimainkan di Huawei Nova 3i.

Bicara soal smartphone, perkembangan teknologi masa kini memang sudah canghih banget. Tetapi kembali lagi, hal ini jadi seperti dua sisi koin: di satu sisi memudahkan anak muda untuk terus berkembang, di satu sisi geberasi tua semakin merasa tertinggal. Contoh kasusnya seperti ibu saya yang masih sering kebingungan memesan tiket kereta. Lebih enak jaman dulu, langsung beli di loket, katanya. Padahal bagi saya pesan tiket online jauh lebih mudah dibanding hatus pergi ke stasiun dan membelinya secara langsung.

Tapi begitulah teknologi. Perjalanan berdua dengan ibu saya kali itu merupakan salah satu momen terbaik yang saya punya karena tidak setiap waktu saya bisa pergi dengan beliau. Meski hanya 6 jam, saya berusaha memahami apa yang dipikirkan ibu saya, mendengarkan apa yang ia bicarakan sepanjang perjalanan. Semoga sehat terus, Ma.

Kondangan ke sepupu

September 2018.


Post a Comment

12 Comments

  1. Jadi inget momen saat ibu saya minta diajari pakai smartphone. Dari mulai yang sesimpel pengaturan aktifin paket data dan wifi, hingga pakai beberapa aplikasi--terutama WhatsApp. Sekarang, ponsel ibu saya justru jauh lebih canggih daripada ponsel saya. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha selamat! Ibu Anda jadi masuk kategori ibu jaman now ya, Yog! Tapi mama saya cuma baru bisa pake sms dan telepon. Boro-boro mau aktifin data. Belum kepengen katanta.

      Delete
  2. Wah semoga bisa dapet hape dari Jiwo tiw! Huawei ini emang beberapa hari terakhir gue suka tonton reviewnya. Salah satu yang mau gue bandingin sebelum beli. *padahal mah belinya kapan tahu. Muahaha. \:p/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin!
      Semoga bang adi lekas diberi rezeki ya buat beli hape baru hahaha

      Delete
  3. Ah, jadi pengen beli hape baru juga buat ibu..


    ...nya temen yang kemarin nitip #LAH #LOH

    Wkwk. Semoga menang!

    ReplyDelete
  4. aminn ya robbal alaminnn
    Semoga dilangitkan mimpinya memiliki smartphone Huawei Nova 3i supaya ibu dapat merasakan smartphone kece yang luar dalamnya bagus speknya yah mbak
    Sehat2 terus untuk ibundanyya yah Mbak,
    Good Luck Mbak ^_^

    ReplyDelete
  5. Semoga juara mbak, semangat selalu

    ReplyDelete

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?