[Book Review] Catatan Juang by Fiersa Besari


Judul: Catatan Juang | Pengarang: Fiersa Besari | Penerbit: MediaKita | Tahun Terbit:  Desember 2017 | Jumlah Halaman: 306 hlm.| ISBN: 9789797945497 | Harga: Rp 74.800-

BLURB

Seseorang yang akan menemani setiap langkahmu dengan satu kebaikan kecil setiap harinya.

Tertanda,
Juang
---

Catatan Juang, sebuah buku terbaru dari Fiersa Besari. Buku ini merupakan spin off book atau buku sempalan dari buku kedua miliknya, Konspirasi Alam Semesta. Menikmati Catatan Juang seperti menikmati setiap kata yang sering Bung Fiersa katakan dalam setiap tulisannya. Ada banyak pelajaran, pengalaman, dan berbagai jenis perasaan yang tumpah ruah dalam buku ini. Sebelumnya, terima kasih karena buku ini telah menemani perjalananku dari Jakarta ke Purwokerto tempo itu.

Buku bersampul merah yang lekat dengan sebuah buku catatan punya daya tarik tersendiri bagiku. Sama seperti Juang—tokoh utama dalam buku ini—aku pernah menuliskan berbagai macam emosi dalam sebuah buku harian, tapi bedanya aku tidak ingin tulisan itu terbaca oleh orang lain. Sedangkan bagi Juang, menulis adalah caranya membagikan pikiran agar bisa bermanfaat bagi orang banyak.

Menulislah agar kelak ketika kau meninggal, anak-cucumu tahu bahwa suatu  ketika engkau pernah ada, pernah menjadi bagian dari sejarah. (Hlm. 198)

Melihat dari sampulnya yang "lusuh", pembaca tahu kalau ini benar-benar berisi tentang catatan seorang Juang yang kita tahu di buku sebelumnya dia sudah... em.... tiada. (Spoiler alert!). Meski demikian, buku ini sama sekali nggak membahas Juang di kehidupannya, selain dari tulisannya pada buku catatan itu.

Dan marilah kita berkenalan dengan Kasuarina yang menjadi poin penting dalam buku ini. Suar, begitu ia biasa dipanggil, adalah seorang lulusan DKV yang bekerja di suatu perusahaan asuransi. Memiliki minat pada sinematografi dan memiliki mimpi menjadi sineas tanah air. Pertemuannya dengan buku Catatan Juang bisa dibilang klise. Ia menemukannya di angkot ketika hendak pergi ke kantornya. Sungguh kurang dramatis.

Rasa penasaran untuk mengetahui pemilik buku tersebut ternyata malah membawa Suar pelan-pelan untuk belajar memahami hidupnya sendiri. Ia merasa buku catatan milik Juang itu telah menjadi semacam "obat kuat" untuk dirinya. Sebagaimana yang aku lihat, dari semua catatan yang Juang tulis memang selalu punya korelasi yang sama dengan kehidupan Suar. Hal ini nyatanya malah bikin aku heran karena, kok ya sama terus gitu? Hm.

Memiliki banyak dilema di kehidupannya akhirnya Suar memberanikan diri untuk mengikuti kata hatinya. Ia memilih menjadi sineas, membuat film dokumenter, hingga akhirnya bertemu Dude Ginting—yang juga teman dari Juang.

Cinta tidak hadir untuk memuaskan rasa kesepian, cinta hadir untuk menuntaskan pencarian. (Hlm. 193)

Membaca buku Catatan Juang ini, aku sempat merasa bosan. Mungkin karena cerita soal Suar selalu diselilingi dengan catatan dari bukunya Juang. Seolah-olah alurnya memang begitu. Tapi jujur saja, di buku ini pula aku mengalami banyak emosi yang meluap, bahkan sampai menangis ketika membaca bagian soal ayah Suar di Desa Utara.

Pada intinya, buku Catatan Juang ini lebih kepada buku motivasi bagi diriku sendiri. Sebab, banyak tulisan di dalamnya yang memang membuatku berpikir ulang apakah yang aku lakukan sudah benar atau memang salah jalan. Dan... terakhir, aku selalu fokus pada catatan Juang, bukan pada kisah Suarnya. Hehehe.

Zaman boleh instan, kita tidak boleh instan. Karena, pada akhirnya, seseorang yang tidak mencapai sesuatu dengan instan, akan selalu tahu caranya bangkit kembali saat dijatuhkan. (Hlm. 96)

Karena penolakan adalah salah satu bagian dari perjuangan, berusahalah lebih gigih, dan berjuanglah lebih kuat. Jangan jadikan sebuah penolakan alasan untukmu menyerah. Penolakan adalah hal biasa untuk​ menempa diri kita menjadi manusia luar biasa. (Hlm. 162).

Sekian.

Post a Comment

0 Comments