Pilihan Adalah Tantangan Seberapa Berani Kamu Mengambil Resiko

Sumber: google.com

Setiap orang harus memilih, kan? Kecuali untuk hidup. Dia berhak hidup. Tetapi untuk sebuah kematian, dia bisa memilih. Mati sebelum waktunya itu kan pilihan. Entah, gue bukan mau bicara soal itu kok. Itu cuma salah satu pikiran yang terlintas di otak gue kalau bicara soal pilihan.

Bagi gue, memilih itu susah. Kita dihadapkan pada dua hal yang bisa jadi sangat kita inginkan. Tapi lo cuma harus pilih satu, nggak boleh dua-duanya. Memilih keputusan yang berhubungan sama kepentingan lo bisa jadi lebih sulit ketimbang memilih lo akan pacaran atau enggak. Meskipun kejadiannya bisa berbanding terbalik tergantung si pemikirnya. Gue lebih merasa kalau urusan pacaran itu sangat sederhana sekali. Nggak tahu, ya. Mungkin karena gue emang merasa pacaran itu nggak begitu penting dan berpengaruh dalam hidup gue.

Oke, pembahasan tadi buat prolog aja. Gue mau ngoceh soal pilihan atas dua hal yang muncul lagi dalam hidup gue kali ini. Beberapa waktu lalu gue sempet harus memilih antara dateng ke acara blogger atau ikut pendidikan lanjutan. Kalau kalian lupa atau belum tahu, kalian bisa baca Kesempatan Yang Terlewatkan. Satu hal yang pada saat itu gue pilih adalah sesuatu yang merupakan kewajiban gue sebagai anggota. Yah, namanya juga kewajiban. Susah buat ditinggalin dong. Apalagi gue pernah menundanya setahun.

Kalau kali opsi yang hadir sangat berkelanjutan buat hidup gue. Pertama, gue keterima jadi volunteer di Makassar International Writers Festival (MIWF). Gila nggak tuh? Gue daftar di akhir-akhir batas pendaftaran, dengan benak yang kosong, tanpa harapan apapun, apalagi harapan buat terpilih jadi volunteer. Nggak sama sekali! Gue cuma mencoba. Siapa sih yang nggak tahu MIWF? Ajang bergengsi gitu. Internasional pula! Sampai akhirnya gue berpikir, "Kenapa nggak gue coba daftar aja? Urusan diterima atau enggak ya nanti aja."

Sampai pendaftarannya tutup gue masih berpikir, "Apakah gue bakal diterima?" Rasanya mustahil aja kalau gue bisa ke sana. Pikiran gue lebih ke arah mahal buat ongkosnya, Bro! Hahaha. FYI, sebenarnya ada dua event yang gue ikutin, yaitu MIWF dan Kelas Inspirasi Purworejo. Untuk yang kedua, gue pikir masih bisa terjangkau, tapi untuk MIWF gue agak riskan dengan lokasi dan waktunya. Malah gue sempet berharap kalau gue nggak lolos seleksi aja. Saking bingungnya.

Siang itu, gue lupa tanggal berapa, gue lagi rapat kerja HIMAKOM, telepon gue berdering. Dari Kelas Inpirasi Purworejo. Pihak sananya nanyain soal portofolio foto (karena gue daftar sebagai fotografer), kemudian gue suruh dia liat di instagram gue yang isinya jauh dari bagus, untungnya nggak ada foto selfienya. Sampai hari pengumumannya, gue masih terhenyak kayak orang bingung. Akhirnya cuma mendesah, "Oh gue nggak lolos. Yaudah, gue bisa santai." Padahal mah pikirannya waktu itu agak menyayangkan juga. Tapi gue ikhlaskan saja.

Nah, untuk MIWF ini, gue daftar dengan mengisi formulir. You know what? Gue sok banget pake bahasa Inggris buat mengisi formulir itu! Maklum, baru selesai bikin tugas portfolio dong. (Baca: I Almost Do) Dengan segala kemampuan merayu dalam tulisan, gue tulis yang bagus-bagus dengan sedikit selipan kalau gue ini nggak begitu suka buat ngomong sama orang. Ya, sesuai kenyataan sih yang gue tulis itu.

Sumber: google.com

Dua hari kemudian, gue menerima telepon dari pihak MIWF. Dia bertanya sama gue, "Mbak bisanya cuma 1 hari ya?" Gue melihat peluang kelolosan gue di acara itu. Langsung saja gue jawab, "Acaranya dari 18-21 kan? Kalau itu bisa saya usahakan untuk stay selama acara." Gue jawabnya sok cool dan professional gitu. Kenapa mereka tanya gue cuma bisa satu hari? Oke itu kebodohan gue. Gue emang cuma ngisi 1 hari di form. Karena saat itu gue memikirkan kuliah dong. Acaranya pas hari kuliah, Bro. Gue nggak bisa berkutik.

Sampai hari pengumuman, gue masih terhenyak (lagi) melihat email yang datang ke inbox gue. Halo, KALI INI GUE DITERIMA! Semenit kemudian gue baru sadar. INI MAKASSAR! JAUH AMAT! Kebimbangan dan kegalauan gue mulai muncul. Bersinergis sama keuangan yang mulai tipis. Kalau gue harus ke Makassar, artinya gue harus beli tiket pesawat. Gue juga harus mengurusi hal-hal yang berhubungan sama kuliah.

Akhirnya gue konsultasi sama Papa dan Mama. Mereka sih boleh-boleh aja, bahkan langsung mentransfer uang buat beli tiket. Ah, mereka memang sangat sangat baik. I love you! Urusan pertiketan selesai dengan beres.

Kebimbangan gue mulai terusik lagi setelah UTS berlalu. Salah satu mata kuliah gue mengganti jadwalnya! Halo, gimana sama gue? Jadi dari sejak sebelum UTS itu absen gue full, gue nggak pernah bolos karena biar abis UTS gue masih punya jatah bolos. Kuliah yang awalnya hari Senin, diganti seterusnya ke hari Rabu. Rusak deh jadwal gue. Kemudian sang dosen bilang, "Nanti kita adakan kuis ya minggu selanjutnya." Wait, minggu selanjutnya which is minggu dimana gue ke Makassar! Dengan santainya beliau bilang, "Kalau nggak ikut kuis otomatis nilainya jadi rendah. Tapi jangan sampe kayak kasus di UMSU, ya. Saya juga takut". Hm, I dare you, Sir! Hahaha.

Nah, terus dimana letak kebimbangan gue sebenarnya? Cuma dua: gue nggak bisa ikut kuis yang entah bagaimana harus gue ikuti. Atau gue bisa ke Makassar dengan tenang asal ada surat dari MIWF. Nah perihal surat ini yang gue masih dalam tahap konfirmasi. Ditambah lagi, gue ada pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari kampus. What the hell! Semua membuat jadwal gue jadi berantakan.

Jadi, soal kebimbangan dan pilihan itu, gue belum nemu jawabannya. MIWF bikin gue punya pengalaman terbang dan pergi ke luar pulau, serta menambah suatu hal menarik buat CV gue. Hahaha. Kuliah? Nilai? It's a main point for my future, too. So, what should I do? I don't know. Mungkin gue akan tetep terbang ke Makassar. Tunggu saja sampai situasi mereda atau pikiran gue sudah kembali normal.

Pirwokerto, 5 Mei 2016. 12:18.
LaperLaper.

Post a Comment

0 Comments