Dibalik Secangkir Kopi

Sumber: kopirotidwarko (dengan sedikit editan)

Saya gelisah.

Menjamurnya kedai kopi di kota kecil seperti Purwokerto ini membuat saya keranjingan minum kopi. Dibandingkan dengan suasana kamar kost yang lowong pada malam hari karena ditinggal pulang penghuninya, suasana kedai kopi tentu lebih menggoda saya. Selain aroma kopi yang sangat saya suka, teman bicara pun jadi salah satu hal penting yang saya pertimbangkan.


Duduk berjam-jam di kedai kopi tentu tidak akan terasa membosankan ketika saya punya teman mengobrol yang pas. Mungkin itu juga alasan anak-anak muda dan mahasiswa kekinian seperti saya gemar beramai-ramai nongkrong di kedai kopi. Selain harga yang pas di kantong, tempat yang nyaman juga menjadi nilai tawar bagi sebuah kedai kopi.

Apa sih tujuan kamu ngopi?

Mengopi tentunya sudah menjadi kegiatan yang umum dan wajar di zaman sekarang. Tidak peduli kamu punya uang atau tidak. Tidak peduli kamu sedang banyak tugas atau tidak. Ngopi biasanya juga jadi teman mengerjakan tugas. Nggak sedikit kok yang pergi ke kedai kopi sembari menenteng laptop dan buntalan materi. Alasannya sederhana: di kedai kopi ada Wi-Fi yang bisa dimanfaatkan secara gratis dan kamu bisa tetep sambil ngegaul di tempat yang kamu anggap gaul juga.

Secangkir kopi bukanlah secangkir kopi biasa. Kalau diperhatikan, kopi punya banyak jenis. Kamu mau yang bagaimana? Kopi hitam, kopi susu, latte, atau kopi pahit khas dari suatu daerah? Kamu bebas memilih sesuai selera. Ya iya dong, kan kamu yang minum, bukan saya. Kalau saya jelas lebih memilih latte. Beberapa kedai kopi memang menyediakan latte dengan aneka gambar di atas kopinya. Contohnya seperti ini.



Tunggu dulu, tadi saya bilang saya gelisah, kan? Benar, kata orang kafein bikin kita susah tidur. Mungkin saya akan gelisah karena tidak bisa tidur setelah minum kopi. Tetapi bukan itu poinnya. Saya mau bicara soal teman ngopi.

Sama siapa biasanya kamu ngopi?

Teman?
Pacar?
Keluarga?
Sendirian? Jomblo abis!

Buat saya sekarang ini, ngopi bukan sekadar ketika kamu datang ke kedai kopi, pesen kopi, minum, kemudian pulang. Kalau itu sih kamu mending bikin aja sendiri di kostan. Lebih irit dan nggak perlu ribet, hemat bensin juga. Namanya juga ngopi, biasanya ada obrolan yang bisa bikin betah duduk berjam-jam, atau mungkin diselingi dengan merokok. Berhubung saya tidak merokok, maka mencari teman ngopi yang pas adalah sebuah prioritas.

Lalu, bagaimana ngopi yang berkualitas?

Ngopi bukan sekadar kamu pilih kopi yang paling mahal. Bahkan ketika kamu pilih kopi yang paling murah pun nggak masalah, nggak dosa kok. Apalagi akhir bulan kayak gini. Mungkin kamu bakal mikir-mikir kalau mau ngopi dengan duit yang sudah menipis. By the way, ngopi itu sebenarnya ajang buat kita ngobrol. Apapun yang mau kamu obrolin, ya silakan bicarakan. Nggak perlu takut kopi kamu diracun kalau ada yang ngajak kamu ngopi. Siapa tahu orang itu memang punya hal yang mau dibicarakan.

Letakkan ponselmu sejenak.

Walaupun kedai kopi menawarkan fasilitas Wi-Fi, percayalah mengobrol itu lebih asik daripada main gadget sendiri dan ketawa ngikik sendiri. Kamu pasti bakal disangka aneh. Percayalah! Kalau kamu sudah pesan kopi, hal yang harus kamu lakukan selagi menunggu kopinya datang adalah ajak teman ngopimu ngobrol. Itu kan alasan kamu ngajak teman untuk ngopi? Ya, proses pembuatan kopi memang biasanya agak lama, apalagi kalau ada gambar-gambar lucu di kopinya.

Pengalaman saya ketika ngopi sih memang lebih banyak ngobrolnya dibanding main hapenya. Which is itu akan terjadi kalau teman ngopimu pas. Obrolan apapun bakalan terasa asik. Tetapi, biasanya kita memang keseringan nengok ke hape, entah ketika suasana jadi krik-krik, atau kita bingung mau ngobrolin apalagi. Sebenarnya, kita bisa saja mengobrol apapun. Nggak usah bahas yang berat-berat. Bahkan bisa dimulai dengan,

"Kemarin aku lihat si ini lho di sini. Dia lagi sama cowok."

atau

"Si itu kemana sih? Udah bosen kuliah ya?"

Ya, mungkin keliatan kayak berghibah, tapi tenang, seiring berjalannya waktu, obrolannya pasti akan membaik. Setiap obrolan tentu akan ada hikmahnya. Contoh saja, saya beberapa kali mengopi dengan orang yang sama, walaupun saya lebih sering menanggapi dibanding melempar topik, saya merasa ada banyak hal berkualitas yang saya dapatkan ketika mengobrol langsung. Salah satunya mengenai skripsi. Ya, skripsi yang bagi orang banyak terasa sensitif. Bagi kami, mengobrol soal skripsi adalah sebuah pembelajaran dan strategi. Fyi, ternyata bikin skripsi punya trik khusus. Nanti saya bocorkan. Mungkin nggak hanya itu, tapi bisa juga berbagi pengalaman. Daripada chatting kan. Capek ngetiknya dan belum tentu dibaca. Hiks.

Sumber: kopirotidwarko

Wi-Fi is just compliment, but TALKING is more important.

Mengutip salah satu tulisan di dinding kedai kopi yang saya kunjungi, bisa terlihat bahwa ngopi itu semata-mata kegiatan mengobrol, diluar minum kopi itu sendiri. Saya pikir, orang-orang akan betah mengobrol ketika di depannya ada secangkir kopi atau dilengkapi dengan camilan-camilan yang semakin menambah syahdunya kegiatan mengobrol.

Kalau bicara soal era digital, kadang-kadang kita lupa apa sebenarnya esensi dari keberadaan tempat ngopi ini. Hanya sekadar untuk check in di media sosial kah? Sebagai peningkatan citra diri sebagai manusia modern kah? Atau bagaimana?

Sesungguhnya, di balik secangkir kopi yang saya sesap malam ini, saya menemukan sebuah petuah yang dilontarkan oleh teman ngopi saya sebagai kesimpulan obrolan kita malam ini, "Jangan pernah takut salah. Jangan takut untuk dikritik. Hadapi, hadapi, dan hadapi dengan penuh kesiapan. Ketika kamu salah, orang lain pasti akan memberitahumu yang benar. Jadi, jangan takut."


Purwokerto, 28 Mei 2016. 00:45.
Di garis batas kegelisahan antara nggak bisa tidur karena kopi atau mikirin judul calon skripsi.

Post a Comment

0 Comments