Tiga Panggilan Tanpa Suara

Selamat siang, Tuan. Kuharap kau sudah menyelesaikan makan siangmu hari ini.

Siang ini aku akan berkisah lagi soal si gadis yang kemarin. Masih berkaitan denganmu, dengan panggilan telepon yang tak sengaja kau lakukan.

Malam itu dingin, seperti hatinya yang mendadak gigil mendengar kabarmu yang pergi ke Jakarta. Ia menelisik lagi pikirannya. Mengapa bisa sesedih itu hanya karena kau pergi beberapa hari. Bagaimana jika nanti kau benar-benar meninggalkannya di kota itu? Ah, rasanya tak terperikan lagi.

Ia berbaring di ranjangnya, masih sambil memikirkanmu. Matanya tak juga terpejam meski kamarnya sudah nyaris gelap gulita kalau lampu di teras telah menyala. Pendar-pendar itu memasuki kamarnya melalui celah ventilasi, membuatnya tak juga terbang ke alam mimpi. Gadis itu rindu padamu, Tuan.

Saat dia sudah hampir terlelap dan melepaskan bayanganmu dari pikirannya, ponselnya berbunyi nyaring. Ia terbiasa membesarkan volume dering ponselnya ketika tidur. Betapa kagetnya ia ketika menatap sebuah nama di layar ponselnya; namamu.

Ia buru-buru mengangkatnya. Ia tahu rindu itu terasa semakin menggebu. Melihat kau menghubunginya saat itu adalah hal yang telah ditunggunya sejak semalam. Gadis itu mulai bicara, memanggil namamu juga. Namun, tak sampai 10 detik, teleponmu menggantung tanpa kejelasan.

Gadis itu meletakkan lagi ponselnya. Gagal sudah tidur nyenyaknya malam itu. Ia terus berpikir, ada apakah kau meneleponnya? Apakah ada sesuatu terjadi? Bukankah kau sedang bersama teman-temanmu menghadiri sebuah undangan pernikahan? Lalu kenapa? Ia tak juga menemukan penjelasan.

21 menit kemudian, ponselnya berdering lagi. Siapa lagi? Kamu, tentu saja. Kamu meneleponnya lagi, Tuan. Masih sama seperti teleponmu yang pertama; tanpa suara. Seketika gadis itu ingat bahwa ia mengirimkan sebuah pesan singkat yang juga belum kau balas. Pikirannya melayang pada sebuah kesimpulan: pesan singkatnya tak kau balas, tetapi kau meneleponnya tanpa bicara sepatah kata pun. Artinya, ini bukan masalah habis pulsa. Lalu apa?

Merasa kesal dipermainkan melalui telepon, gadis itu memutuskan sambungan teleponmu yang kedua. Selang 21 menit kemudian, kau menelepon lagi. Ada apa?! Gadis itu masih terus bicara di telepon, tetapi tak terdengar apapun. Kau sedang apa sih sebenarnya?!

Akhirnya gadis itu memutuskan untuk tidur. Setelah teleponmu yang ketiga, tak ada lagi telepon lainnya. Ia tertidur masih dalam gamang pikirannya. Jawaban itu datang setelah 3 hari kemudian ia menanyakan perihal teleponmu.

"Aku nggak nelepon kamu. Pulsaku aja baru diisi. Kemarin Sisa 200," katamu. Gadis itu terdiam membaca balasan pesan darimu. Lalu siapa?!

Ah, kamu pasti tidur sambil mengantongi ponselmu, kan, Tuan?

Suratku hari ini kuakhiri dengan sebuah pertanyaan. Semoga kamu masih mau membaca surat-surat lain yang masih akan kukirimkan padamu. Entah besok atau besoknya lagi dan seterusnya selama aku bisa. Semoga harimu menyenangkan.

Sincerely,


Afrianti Eka Pratiwi

Cileungsi, 18 February 2016. 13:45.

Post a Comment

0 Comments