Jabat Tangan

Selamat siang, Tuan. Hari ini aku masih ingin menyampaikan sebuah kisah tentang si gadis lagi. Semoga kau belum bosan membacanya.

Malam-malam terasa sangat panjang  setelah gadis itu menyadari bahwa ia telah jatuh hati padamu. Ia tak pernah berani mengatakannya padamu. Tapi suatu saat nanti pasti ada waktunya. Kau tunggu saja, Tuan.

Malam itu ia menagih janjimu untuk meminjamkannya sebuah buku. Mengirimimu SMS adalah sesuatu yang menyenangkan baginya. Hatinya berdebar menunggu balasanmu.

"Kamu ada pin BBM?" balasmu. Wow, ponselmu baru ya? Tanpa menunggu lama ia memberikan pin BBMnya kepadamu.

Tak sabar akan janjimu, pagi itu ia bersiap-siap menunggu kabar darimu untuk meminjamkan buku. Tepat jam 11 kau mengabarinya melalui SMS, meski kau sudah menginvite BBM-nya.

"Aku udah di kampus ya," kabarmu. Gadis itu bertanya bagaimana suasana kampus dan sedang apa kau disana kan, Tuan? Iya, katamu kau sedang menunggu teman. Gadis itu bergegas ke kampus menemui.

Ia melihatmu sedang berbicara dengan seorang taman. Ia menunggumu selesai bicara dan menyapamu dengan biasa. Ketika gadis itu mengulurkan tangannya dan kau menyambutnya, gadis itu menarik tanganmu ke arah dahinya. Bukan sebuah jabat tangan biasa. Kau tersenyum dan bicara, "Duh, jadi kayak orang tua." Tanpa basa-basi kau pun melakukan hal yang sama, menarik tangannya ke dahinya.

Debar itu berlanjut saat kau belum juga melepaskan genggaman tanganmu dengan gadis itu. Kau malah bicara dengan temanmu masih sambil memegang tangannya untuk beberapa detik. Gadis itu entah mengapa sengaja membiarkannya; ia terlalu bahagia, Tuan.

Selesai bicara, kau mengeluarkan sebuah buku dari ranselmu. The Girl With The Dragon Tattoo karya Stieg Larsson. Kau menyodorkannya padanya.

"Have you read it?" katamu. Gadis itu hanya bengong mendengar perkataanmu. "Udah baca ini belum?" Gadis itu menggeleng. Buku itu sesuai pesanannya. Misteri dan thriller.

"Kok bukunya masih ada harganya?" tanyanya polos. Gadis itu heran melihat bukumu yang sudah disampul, tetapi masih ada label harganya.

"Iya, itu sengaja. Biar kalo ada apa-apa saja bukunya, kamu tahu harus ganti berapa. Hahaha," jelasmu sambil bergurau. Ah, Tuan, ia menyukai caramu tertawa.

"Okay. Kubawa dulu ya bukunya. Makasih," ujarnya. Akhirnya gadis itu pulang masih sambil memegang erat bukumu. Masih juga dengan debar yang demikian dahsyatnya.

Hai, Tuan. Buku itu selesai tepat pada waktunya. Besok akan kuceritakan perihal pengembalian buku yang penuh perjuangan itu. Jangan lupa makan siang ya!

Sincerely,


Afrianti Eka Pratiwi

Cileungsi, 20 February 2016. 12:43.

Post a Comment

2 Comments

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?