Sebelumnya:
Tidur di Rawa Embik sangat jauh dari
kata nyenyak. Sleeping bag sudah bukan lagi barang yang mampu membuat tidur
lebih nyaman seperti biasanya. Dinginnya tetap masuk. Guling sana, guling sini,
dinginnya tetap tak tertahankan. Padahal, aku sudah berada di tengah bersama
ketiga perempuan lain di dalam tenda, yaitu Kak Fita, Mbak Megumi, dan Mbak
Cecil. Alhasil, tidur meringkuk pun masih tetap tidak bisa. Hanya mata yang
terpejam, tetapi badan serasa ditusuk jarum. Hahaha.
Minggu,
2 Agustus 2015
Paginya, kami menyalakan api lagi demi
menghangatkan badan dari udara dingin. Matahari belum muncul, sehingga kami
belum bisa berjemur seperti sebelumnya. Hal yang lebih mengagetkan juga adalah
bahwa air di dalam botol pun berubah menjadi es. Ini menandakan bahwa Rawa
Embik pada tengah malam sampai dini hari tadi berada di suhu di bawah 0°. Uh, pantes dinginnya kayak di freezer.
Airnya jadi es! |
Ini bukan abu dari gunung Raung, ini butiran es yang halus |
Masak pagi tetap Mas Erwin yang masak
karena dialah koki terbaik yang ada di kelompok kami. Coba bayangkan, ada menu
aneh di pagi ini: kami menggoreng nugget menggunakan bumbu pisang goreng. Itu
sih karena pisangnya sudah habis dimakan, jadi sisa tepungnya saja. Tapi rasanya
lumayan juga. Sebelumnya malah pisang yang digoreng dengan bumbu ayam Kentucky.
Hahaha. Ngomong-ngomong soal makanan dan es, kami sempat ingin membuat es teh,
namun tidak juga terlaksana. Dingin-dingin gitu kok minum es, mendingan teh anget
lah.
Packing! |
Menuju puncak…
Persiapan setelah makan pagi kami
percepat, karena kami akan melanjutkan perjalanan menuju 3 puncak, yaitu Puncak
Argopuro, Puncak Arca, dan Puncak Rengganis. Perjalanan menuju pertigaan puncak
memakan waktu 1 jam. Kami beristirahat sebentar sebelum benar-benar mendaki ke
puncak. Kami sendiri memutuskan untuk mendaki ke Puncak Argopuro terlebih
dahulu karena dirasa punya track yang cukup menguras energi. Memang benar, tracknya
cukup sulit dilewati. Dan inilah puncaknya… Tidak seperti puncak gunung pada
umumnya memang.
Puncak Argopuro, akhirnya! |
Kayak masih di dalem hutan nih puncaknya. |
Ini buat kamu. hahaha |
Tak berlama-lama di Puncak Argopuro,
kami turun menuju pertigaan tadi tetapi melewati Puncak Arca atau Puncak Hyang.
Mengapa puncak ini dinamakan puncak Arca/Hyang, karena memang terdapat patung
Arca yang sudah runtuh. Sebelum melewatinya, dari atas puncak Argopuro kami
bisa melihat Danau Taman Hidup yang akan menjadi tempat camp kami selanjutnya,
serta Gunung Semeru yang terlihat jelas. Bahkan Gunung Raung yang saat itu
sedang erupsi pun masih terlihat sangat jelas.
Danau Taman Hidupnya keliatan kan? |
Puncak Hyang |
Reruntuhan arca |
Turun di pertigaan, kami langsung melaju
ke Puncak Rengganis yang katanya terdapat makam Dewi Rengganis. Jalur track
menuju puncak Rengganis cukup mudah dan dekat. Sebelum sampai ke puncaknya
terdapat banyak batu kapur putih. Suasana siang itu cukup terik memang.
Pasalnya kami summit pada saat tengah hari. Bisa dibayangkan bagaimana panasnya
siang itu berada di puncak. Tapi sungguh lebih bagus puncak Rengganis dibanding
Puncak Argopuro. Gumpalan awan putih di belakangnya mampu membuatku terpesona
meski panas terik.
Puncak Rengganis!!! |
Makam Dewi Rengganis |
Dan hal yang paling menyegarkan selain
air minum adalah mengonsumsi nata de coco. Wah, segar sekali berada di puncak
dan minum nata de coco. Kayaknya sih jadi minuman paling nikmat yang kami bawa
ke puncak siang itu.
Kami tak berlama-lama berada di puncak,
karena memang kami mengejar waktu untuk sampai ke Danau Taman Hidup yang
jauhnya jauh banget itu. Bisa dilihat kalau danau itu terlihat dari puncak, dan
kami masih harus berputar untuk sampai ke sana.
Jalan lagi, jalan terus, jalan sampai ke
Danau Taman Hidup…
Makan siang |
Setelah makan siang di pertigaan tempat
kita istirahat tadi, kami meneruskan perjalanan. Ya, kali ini sih perjalanan
kami cukup mudah karena track sudah mulai turun dan bisa berjalan lebih cepat. Estimasi
waktu tiba di Danau Taman Hidup mungkin sekitar 4-5 jam. Seperti biasa, kami
berusaha untuk sudah mendirikan camp sebelum malam tiba.
Sayangnya karena jalannya sudah turunan,
rombongan kami terpisah dan ada yang berjalan duluan. Aku termasuk kloter
terakhir karena meskipun jalan turunan, aku tidak berani lari, takut nyusruk.
Hola, sudah lelah berjalan lebih dari 5
jam, kloter terakhir yang berisi aku, Mas Erwin, Kak Fita, Mbak Cecil, Denden,
dan Kak Edo, belum juga sampai ke Danau Taman Hidup. Hari sudah mulai gelap dan
kita masih berputar-putar di dalam hutan. Kakiku sudah sangat lemas sekali
rasnaya, tapi Mas Erwin selalu bilang, “Sebentar lagi kok.” Baiklah aku coba
mempercayai omongannya. Namun, sampai 1 jam kemudian belum juga sampai dan kami
sempat tersesat dan salah jalur. Untung saja Mas Erwin ingat lagi jalurnya.
Hahaha. Padahal kami sudah sempat mendengar suara orang yang berkemah, kemudian
hilang lagi karena kami melanjutkan jalan ke arah yang salah.
Sampai di Danau Taman Hidup sekitar
pukul 7 malam. Dinginnya angin danau langsung menyambut kami. Ah, rasanya aku
ingin cepat-cepat masuk ke dalam tenda dan tidur. Lekas esok pagi dan pulang.
0 Comments
Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?